“Kebijakan kesehatan dan pemulihan ekonomi sejatinya harus berjalan beriringan dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian” (Presiden Joko Widodo).
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) telah menjadi bencana nasional yang begitu destruktif pengaruhnya terhadap stabilitas ekonomi nasional serta produktivitas masyarakat. Banyak aspek penting dalam kehidupan yang terdampak secara langsung, baik sosial, politik, pendidikan, tak terkecuali ekonomi. Selain Indonesia, berbagai negara di dunia juga turut merasakan imbas dari bencana nonalam ini. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam menanggulangi dampak pandemi Covid-19, di antaranya terkait masalah di bidang kesehatan, sosial, pendidikan, dan ekonomi.
Di bidang ekonomi, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk meringankan beban ekonomi masyarakat serta berorientasi pada terjaganya stabilitas perekonomian negara. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani persoalan ekonomi adalah dengan mengeluarkan berbagai regulasi di klaster perpajakan. Poros kebijakan tersebut lebih pada pemulihan sektor ekonomi nasional, pemberdayaan UMKM, penguatan sektor industri, dan guna menjaga stabilitas daya beli di masyarakat.
Pada tengah tahun 2021, pemerintah melalui Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No. 82/PMK.03/2021 (“PMK-82/2021”) sebagai perubahan dari peraturan sebelumnya, Peraturan Menteri Keuangan No. 9/PMK.03/2021 (“PMK-9/2021”) tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019. Poin utama dari PMK-82/2021 yang berlaku sejak 1 Juli 2021 ialah pemerintah secara resmi memperpanjang pemberian enam insentif pajak hingga akhir Desember 2021, khususnya untuk Wajib Pajak dengan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) tertentu sesuai Lampiran PMK-82/2021.
Pertama, pemerintah memperpanjang pemberian insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP). Sasaran pemberian insentif ialah para pekerja/karyawan yang bekerja untuk perusahaan yang masuk ke dalam salah satu kategori dari 1.189 KLU sebagaimana diatur dalam PMK-82/2021. Karyawan yang menerima insentif PPh Pasal 21 DTP adalah mereka yang penghasilan bruto-nya tidak lebih dari Rp200 juta.
Dampak yang diharapkan pemerintah dari pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP ini adalah pekerja memiliki tambahan penghasilan sehingga dapat mempertahankan daya beli mereka. Stabilitas pada daya beli pekerja diharapkan dapat menggerakkan ekonomi nasional. Kendati demikian, insentif PPh 21 DTP tersebut tidak lagi diterima karyawan dari Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor) dan Wajib Pajak yang telah mendapatkan izin terkait Kawasan Berikat (KB).
Kedua, pemerintah memperpanjang insentif pajak kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yaitu PPh Final DTP. Penerima insentif ini adalah Wajib Pajak UMKM dengan peredaran bruto tertentu yang dikenai PPh Final sesuai Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018. Dengan demikian, Wajib Pajak yang bertransaksi dengan Wajib Pajak UMKM tersebut tidak perlu melakukan pemotongan atau pemungutan pajak atas transaksi. Wajib Pajak tersebut juga tidak perlu menyetor sendiri PPh Final ke kas negara.
Wajib Pajak UMKM yang ingin memanfaatkan insentif PPh Final DTP hanya perlu menyampaikan Laporan Realisasi setiap bulan, tanpa perlu mengajukan Surat Keterangan ke Direktorat Jenderal Pajak. Diharapkan dengan pemberian insentif kepada para pelaku UMKM ini, daya beli UMKM tetap stabil dan bahkan semakin menguat.
Ketiga, insentif PPh Final Jasa Konstruksi DTP yang diberikan kepada Wajib Pajak dalam Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI). Pemberian insentif ini bertujuan untuk dapat mendukung peningkatan penyediaan air (irigasi) sebagai proyek padat karya.
Keempat, pembebasan PPh Pasal 22 Impor kepada 132 KLU yang sebelumnya diberikan pada 730 sektor usaha. Pemberlakuan kebijakan ini diharapkan dapat menstimulus laju impor kelompok industri penerima insentif. Sebagai catatan, terdapat pengecualian mengenai penerima insentif ini. Wajik Pajak KITE dan Wajib Pajak di KB yang pada Juni 2021 masih menerima insentif PPh Pasal 22 Impor Dibebaskan, sejak Juli 2021 tidak lagi menerima insentif tersebut.
Kelima, Wajib Pajak yang bergerak di salah satu dari 216 sektor usaha tertentu, mendapat pemberian insentif berupa pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50%. Pemberian insentif ini diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri dan juga semoga mampu mendorong laju ekspor. Sebelum PMK-82/2021 terbit, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50% dapat dimanfaatkan oleh 1.018 bidang usaha. Beleid ini juga mengatur bahwa insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 tidak lagi diberikan kepada Wajib Pajak KITE dan Wajib Pajak di KB.
Keenam, untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah yang bergerak di salah satu dari 132 bidang usaha tertentu sesuai PMK-82/2021, mendapat insentif berupa pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau restitusi dipercepat. Restitusi dipercepat diberikan hanya untuk PKP dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 5 miliar. KLU tertentu yang ditentukan pemerintah di dalam PMK-82/2021 memang berkurang banyak, dari sebelumnya 725 bidang usaha sesuai PMK-9/2021. Wajib Pajak KITE dan Wajib Pajak yang telah mendapatkan izin terkait Kawasan Berikat (KB) tidak dapat lagi memanfaatkan insentif pajak berupa restitusi dipercepat berdasarkan PMK-9/2021.