Pemerintah Indonesia telah meluncurkan Danantara, sebuah lembaga pengelola investasi negara yang bertujuan untuk mengoptimalkan aset BUMN dan meningkatkan pendapatan negara di luar pajak. Dengan pendekatan serupa Temasek Holdings di Singapura dan Khazanah Nasional di Malaysia, Danantara diharapkan mampu mengurangi ketergantungan negara pada pajak serta memperkuat daya saing ekonomi nasional. Namun, seberapa besar peluang keberhasilan Danantara, dan apa risikonya jika tidak dikelola dengan baik?
Sejarah menunjukkan bahwa banyak negara yang sukses mengelola Sovereign Wealth Fund (SWF), tetapi tidak sedikit pula yang mengalami kegagalan dengan konsekuensi besar. Temasek Holdings dan Government Investment Corporation (GIC) Singapura berhasil menjadi contoh pengelolaan SWF yang transparan, berorientasi jangka panjang, dan memiliki portofolio investasi yang terdiversifikasi, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa membebani masyarakat. Di sisi lain, kegagalan seperti 1MDB Malaysia, Brazil Sovereign Fund (FSB), dan Kuwait Investment Authority (KIA) menunjukkan bahwa kurangnya pengawasan, strategi investasi yang lemah, serta risiko manipulasi politik dapat menjadikan SWF sebagai jebakan fiskal yang membebani rakyat melalui pajak atau pemotongan anggaran sosial.
Jika dikelola dengan baik, Danantara dapat menjadi instrumen yang memperkuat stabilitas fiskal Indonesia, mengurangi tekanan pajak, serta menarik investasi yang lebih berkualitas. Dengan aset dari BUMN besar seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, Pertamina, PLN, dan Telkom, Danantara memiliki potensi besar untuk menghasilkan pendapatan dari dividen, investasi strategis, dan kemitraan dengan investor global. Keberhasilan ini akan mengurangi ketergantungan APBN pada pajak, yang pada akhirnya bisa membuka peluang penurunan tarif pajak atau insentif fiskal bagi masyarakat dan dunia usaha.
Namun, tanpa pengelolaan yang transparan dan strategi investasi yang matang, Danantara justru bisa menjadi beban baru bagi negara. Jika investasi mengalami kerugian besar, pemerintah mungkin tidak punya pilihan selain menaikkan pajak atau memangkas anggaran publik untuk menutupi defisit, seperti yang terjadi di Brasil dan Malaysia. Hal ini akan kontraproduktif terhadap tujuan awal Danantara, yaitu mengurangi tekanan pajak bagi masyarakat.
Berbeda dengan Singapura atau Norwegia yang telah sukses mengelola SWF, Indonesia menghadapi tantangan tersendiri dalam pengelolaan Danantara. Salah satu tantangan utama adalah tata kelola dan transparansi. Pengalaman Indonesia dalam mengelola dana publik masih memiliki rekam jejak yang bervariasi, dengan beberapa kasus mismanajemen dalam pengelolaan keuangan negara dan BUMN. Jika pengawasan terhadap Danantara tidak dilakukan dengan ketat, potensi penyalahgunaan dana seperti yang terjadi pada 1MDB di Malaysia bisa terulang. Selain itu, kapasitas manajemen investasi juga menjadi perhatian penting. SWF yang sukses umumnya dikelola oleh profesional dengan pengalaman global dalam strategi investasi. Oleh karena itu, perlu dipastikan bahwa Danantara memiliki sumber daya manusia yang cukup kompeten dan independen dalam pengambilan keputusan investasi, karena jika tidak, risiko kesalahan strategi akan semakin tinggi.
Tantangan lainnya adalah regulasi dan potensi intervensi politik, yang dapat memengaruhi independensi Danantara dalam menentukan investasi yang optimal. Sebuah SWF yang efektif seharusnya memiliki kebebasan dalam mengambil keputusan tanpa tekanan politik yang mengarah pada investasi di proyek yang tidak menguntungkan secara ekonomi. Jika Danantara tidak mampu menjaga independensinya, besar kemungkinan lembaga ini akan diarahkan untuk mendukung proyek-proyek tertentu yang lebih menguntungkan secara politik dibandingkan secara finansial. Dengan berbagai tantangan ini, pengawasan yang kuat dan independensi dalam pengambilan keputusan harus menjadi prioritas utama agar Danantara benar-benar bisa berfungsi sebagaimana mestinya dalam meningkatkan pendapatan negara tanpa menciptakan risiko fiskal yang besar di masa depan.
Alternatif Kebijakan Jika Danantara Tidak Mencapai Target
Jika Danantara tidak mampu mencapai target pendapatan yang diharapkan, solusi yang diambil tidak boleh serta-merta berupa peningkatan pajak atau pemotongan anggaran publik. Ada beberapa kebijakan alternatif yang lebih berimbang dan dapat diterapkan untuk menghindari dampak negatif terhadap masyarakat. Salah satu opsi adalah meningkatkan efisiensi sistem perpajakan yang sudah ada. Daripada menaikkan tarif pajak, pemerintah bisa lebih fokus pada optimalisasi basis pajak dengan reformasi administrasi perpajakan, mencegah kebocoran pajak, serta meningkatkan kepatuhan tanpa membebani wajib pajak yang sudah taat membayar pajak.
Selain itu, sinergi dengan sektor swasta juga bisa menjadi strategi yang lebih baik dibandingkan hanya bergantung pada investasi mandiri melalui Danantara. Dengan membuka lebih banyak kemitraan dengan sektor swasta dan investor global, risiko investasi dapat tersebar lebih luas, sehingga kemungkinan kegagalan dapat diminimalkan. Langkah lainnya yang dapat diambil adalah reformasi BUMN secara lebih luas, dengan memastikan bahwa perusahaan negara lebih efisien dan mampu berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian.
Jika BUMN mampu memberikan dividen yang lebih besar kepada negara, maka ketergantungan terhadap Danantara untuk menutupi pendapatan di luar pajak bisa dikurangi. Dengan alternatif kebijakan ini, pemerintah dapat memastikan bahwa ketidakberhasilan Danantara tidak langsung berdampak pada masyarakat dalam bentuk kenaikan pajak atau pengurangan belanja publik yang esensial.
Danantara memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan negara di luar pajak, tetapi tanpa pengawasan yang ketat dan strategi investasi yang matang, risikonya juga sangat tinggi. Sejarah kegagalan SWF di negara lain menunjukkan bahwa jika pengelolaan tidak transparan, kerugiannya akan berujung pada peningkatan pajak atau pemotongan anggaran publik.
Oleh karena itu, sebelum Danantara dijalankan sepenuhnya, pemerintah harus memastikan bahwa pengelolaannya dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan audit independen dan keterbukaan data kepada publik. Investasi harus dilakukan dengan strategi yang matang dan terdiversifikasi, tanpa hanya bergantung pada sektor tertentu yang rentan terhadap volatilitas ekonomi global. Yang lebih penting, Danantara harus benar-benar menjadi solusi dalam mengurangi ketergantungan negara pada pajak, bukan malah menjadi beban fiskal baru yang merugikan rakyat. Kini saatnya bertanya: Apakah Danantara benar-benar akan menjadi solusi bagi pendapatan negara, atau justru menjadi bom waktu yang harus ditanggung oleh rakyat?