Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Selasa, 3 Juni 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Diskursus: Apakah Kebijakan Tax Amnesty Bersifat Ekses?

Lambang Wiji ImantorobyLambang Wiji Imantoro
23 Mei 2025
in Analisis, Artikel
Reading Time: 3 mins read
124 9
A A
0
Ilustrasi tax amnesty

Sumber: Freepik

152
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Di tengah kinerja penerimaan pajak yang terus mengalami penurunan, rasanya tax amnesty tentu menjadi jalan pintas yang mungkin akan dipertimbangkan oleh pemerintah agar target penerimaan pajak dapat tercapai sesuai target.

Secara ketentuan sepertinya wacana penyelenggaraan tax amnesty sangat mungkin dilaksanakan untuk ke tiga kainya. Hal ini memungkinkan mengingat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi memasukkan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Namun apakah kebijakan ini dirasa ideal dan berkeadilan?

Tax amnesty pertama yang diselenggarakan pada 2016-2017 berhasil mengumpulkan dana tebusan sebesar Rp114,02 triliun, sekitar 69% dari target Rp165 triliun. Nilai harta deklarasi dalam negeri sebesar Rp3.676 triliun dan harta luar negeri sebesar Rp1.031 triliun. Namun, repatriasi pajak hanya mencapai Rp147 triliun dari target Rp1.000 triliun, atau tidak sampai 20%. Angka-angka ini menunjukkan bahwa walau secara nominal terlihat besar, keberhasilan tax amnesty masih jauh dari maksimal, terutama dalam mendorong repatriasi aset dan pengungkapan kekayaan secara jujur dan penuh oleh wajib pajak.

Alih-alih memperkuat sistem perpajakan dan penegakan hukum, pemerintah tampak menggunakan tax amnesty sebagai jalan pintas demi menambal kekurangan penerimaan negara. Kondisi penerimaan pajak yang melemah pada kuartal awal 2025 dan banyaknya proyek besar yang membutuhkan pembiayaan justru memperkuat dugaan bahwa tax amnesty digunakan sebagai alat darurat fiskal, bukan solusi struktural.

Pertanyaan yang tak bisa dielakkan adalah: siapa yang paling diuntungkan dari kebijakan ini? Harapan bahwa tax amnesty akan berdampak luas dan adil ternyata berbanding terbalik dengan realitasnya. Warga negara dari kelas menengah dan bawah tak banyak merasakan manfaatnya. Justru para pengemplang pajak dari kalangan elitlah yang disambut dengan karpet merah. Mereka diberikan tarif tebusan yang jauh lebih rendah dari tarif normal, bahkan terkesan diberi penghargaan atas ketidakpatuhan mereka.

Kebijakan ini pun memberi sinyal yang keliru kepada wajib pajak yang selama ini patuh. Mereka melihat adanya ketidakadilan yang terang-terangan: pelanggar justru mendapat diskon, sedangkan mereka yang taat tetap dibebani kewajiban tanpa insentif. Persepsi ini bisa berdampak fatal pada kepatuhan pajak secara jangka panjang. Jika pengemplang selalu diampuni lewat tax amnesty, maka apa gunanya patuh sejak awal?

Tax Amnesty Coreng Reputasi Fiskal

Lebih jauh lagi, tax amnesty mencoreng reputasi fiskal negara. Kebijakan ini menunjukkan kelemahan pemerintah dalam menegakkan aturan perpajakan secara konsisten dan menyeluruh. Investor internasional dapat meragukan kestabilan dan kredibilitas fiskal Indonesia. Ketika negara terlalu sering mengandalkan tax amnesty, hal itu menandakan absennya sistem yang kuat untuk mencegah dan menindak penghindaran pajak.

Dalam bahasa lain, tax amnesty di Indonesia telah berkembang menjadi kebijakan eksesif—lebih didorong oleh kepentingan jangka pendek daripada komitmen terhadap keadilan pajak dan reformasi struktural. Penyusunannya tidak menunjukkan arah fiskal yang jelas dan berorientasi jangka panjang, serta mempertegas bahwa masyarakat kelas menengah-bawah kerap dijadikan korban dari kompromi fiskal terhadap elit.

Tax Amnesty Coreng Keadilan

Penyelenggaraan tax amnesty jilid ketiga pun sempat direncanakan berbarengan dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Walau kebijakan kenaikan PPN tersebut tidak jadi dilaksanakan, narasi yang sempat terbentuk menciptakan persepsi ketimpangan yang akut. Masyarakat menilai kombinasi wacana ini menciptakan ketidakadilan: para pengemplang diberi insentif, sementara beban pajak justru dialihkan kepada masyarakat umum.

Kelas menengah ke bawah adalah pihak yang paling terpapar dampak kebijakan regresif seperti PPN. Kenaikan PPN akan langsung meningkatkan harga barang dan jasa yang mereka konsumsi, sementara kelompok elit mendapatkan pengampunan atas utang pajaknya. Ketimpangan seperti ini mencederai prinsip keadilan pajak yang seharusnya berpihak pada redistribusi kekayaan dan perlindungan kelompok rentan.

Sebagai gantinya, pemerintah semestinya mencari jalan lain. Diversifikasi basis pajak menjadi hal yang krusial. Pajak kekayaan, pajak atas aset tak bergerak yang besar, pajak karbon, atau bentuk pajak progresif lainnya dapat menjadi alternatif. Kebijakan pajak tidak boleh hanya difokuskan pada angka penerimaan, tapi harus mempertimbangkan efek jangka panjang terhadap kesetaraan dan legitimasi sistem perpajakan itu sendiri.

Selain itu, alokasi penerimaan pajak juga perlu diarahkan pada program-program yang benar-benar menyasar peningkatan kesejahteraan rakyat. Infrastruktur sosial, jaminan kesehatan, pendidikan publik, dan bantuan langsung tunai adalah contoh program yang bisa memperkuat hubungan antara negara dan warga. Rasa memiliki terhadap pajak akan tumbuh ketika masyarakat melihat pajaknya kembali dalam bentuk pelayanan yang konkret.

Dalam jangka panjang, tax amnesty berisiko menurunkan moral fiskal dan menciptakan budaya ketidakpatuhan. Ketika pelanggaran justru diberi insentif, maka norma kolektif untuk patuh terhadap pajak melemah. Negara yang kuat bukanlah negara yang memaafkan pelanggaran berulang kali, melainkan yang membangun sistem kepatuhan yang kredibel dan adil.

Pada akhirnya, sistem perpajakan yang adil bukan hanya tentang menaikkan penerimaan negara, tetapi juga tentang memastikan semua warga negara menanggung beban fiskal secara proporsional dan adil. Menguak ekses kebijakan tax amnesty adalah langkah awal untuk mempertanyakan arah kebijakan fiskal kita: apakah kita membangun sistem yang kuat dan adil, atau terus terjebak dalam kompromi terhadap ketidakpatuhan?

Jika pemerintah ingin menjaga legitimasi sistem perpajakan dan memperkuat fondasi fiskal jangka panjang, maka tax amnesty bukanlah jawabannya. Diperlukan reformasi mendasar—bukan pengampunan berkala—untuk menjadikan pajak sebagai alat pemerataan dan kemajuan bersama.

 

 

Tags: PajakTax Amnesty
Share61Tweet38Send
Previous Post

Briefing ASRRAT 2025 Tegaskan Kriteria Baru

Next Post

Menakar Intensifikasi SP2DK di Era CTAS

Lambang Wiji Imantoro

Lambang Wiji Imantoro

Related Posts

Sumber: Freepik
Artikel

Menanti Panduan Pelatihan ESG Nasional

2 Juni 2025
Artikel

Perpajakan Berkelanjutan di Era IFRS S1 dan S2

2 Juni 2025
Sumber: Freepik
Analisis

Pajak untuk Pemerataan Literasi

30 Mei 2025
Sumber: Freepik
Artikel

Peneliti PRINS Berbagi Perspektif Terkait Pajak Daerah dan Cukai MBDK

28 Mei 2025
SP2DK
Artikel

Menakar Intensifikasi SP2DK di Era CTAS

26 Mei 2025
Artikel

Briefing ASRRAT 2025 Tegaskan Kriteria Baru

23 Mei 2025
Next Post
SP2DK

Menakar Intensifikasi SP2DK di Era CTAS

Kebijakan Pajak yang Lebih Progresif bagi Penyandang Disabilitas

Kebijakan Pajak yang Lebih Progresif bagi Penyandang Disabilitas

Daerah Ingin Mekar dan Istimewa, Namun Soal nggaran Inginnya Tetap Bergantung ke Kas Negara

Kendala Fiskal Usulan Pemekaran dan Keistimewaan Daerah

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1466 shares
    Share 586 Tweet 367
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    942 shares
    Share 377 Tweet 236
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    917 shares
    Share 367 Tweet 229
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    759 shares
    Share 304 Tweet 190
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    728 shares
    Share 291 Tweet 182
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.