Jakarta, 28 September 2025 — Direktur Pratama Institute for Fiscal Policy and Governance Studies, Prianto Budi Saptono, menilai penerimaan pajak tahun 2025 berpotensi jauh di bawah target. Ia memproyeksikan realisasi hanya akan mencapai Rp 1.703,1 triliun atau sekitar 82 persen dari outlook APBN apabila tren pelemahan Januari–Agustus berlanjut. Hingga Agustus, penerimaan tercatat Rp 1.135,4 triliun, turun 5,1 persen dibanding periode sama tahun lalu, dan baru memenuhi 54,7 persen dari target Rp 2.076,9 triliun. Artinya, masih ada sisa Rp 941,5 triliun yang harus dikejar dalam empat bulan terakhir.
Prianto menilai gebrakan pemerintah di sisa 2025 tidak cukup efektif mendongkrak penerimaan. Ia menyoroti perbaikan sistem Coretax yang belum stabil, sehingga kontribusinya ke penerimaan tahun ini akan terbatas. Program penempatan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun di bank-bank BUMN, kata dia, memang bisa memperluas basis PPN, tetapi berisiko menimbulkan investasi fiktif bila pengawasan perbankan longgar. Penagihan tunggakan pajak bernilai Rp 50–60 triliun terhadap 200 wajib pajak besar juga sangat bergantung pada aset yang dapat segera dilelang. Ia menambahkan, pemerintah belum optimal menindak pengemplang pajak, sementara program pengampunan pajak berulang kali tidak memberi dampak signifikan terhadap kepatuhan formal.
“Dengan sisa waktu empat bulan, Kementerian Keuangan harus berhati-hati menyeimbangkan antara mengejar penerimaan dan menjaga stabilitas ekonomi,” ujarnya pada Minggu (28/9/2025).
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan serangkaian langkah cepat atau quick win untuk mempersempit gap antara realisasi dan target penerimaan. Pada konferensi pers APBN Kita, Senin (22/9/2025), ia memaparkan enam program utama. Pertama, mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa menaikkan tarif pajak melalui penempatan dana pemerintah di lima bank milik negara agar peredaran uang primer meningkat. Kedua, menagih tunggakan pajak dari 200 wajib pajak besar dengan potensi Rp 50–60 triliun, melibatkan aparat penegak hukum dan lembaga pengawas transaksi keuangan.
Ketiga, mempercepat penyelesaian masalah Coretax dengan mendatangkan ahli IT dari luar negeri agar perbaikan tuntas dalam satu bulan. Keempat, memberantas peredaran rokok ilegal termasuk yang masuk lewat jalur hijau dan platform daring, dengan janji menindak tegas aparat yang terlibat. Kelima, mempercepat belanja kementerian dan lembaga untuk menjaga daya beli serta konsumsi masyarakat. Keenam, memperkuat pertukaran data perpajakan antarinstansi sesuai Pasal 35A UU KUP, meski implementasinya baru akan terasa dalam jangka menengah.
Purbaya optimistis upaya ini akan menjadi pengungkit penerimaan. “Ada beberapa effort yang sedang kami jalankan. Saya yakin tidak ada masalah,” ujarnya dalam media briefing di Kantor Kemenkeu, Jumat (26/9/2025).