Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Selasa, 3 Juni 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
    • ENGLISH
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
    • ENGLISH
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Menanti Panduan Pelatihan ESG Nasional

Ismail KhozenbyIsmail Khozen
2 Juni 2025
in Artikel, ESG
Reading Time: 3 mins read
126 7
A A
0
Sumber: Freepik

Sumber: Freepik

152
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Beberapa hari lalu, Singapura resmi meluncurkan Sustainability Reporting Body of Knowledge (SR BOK). Dokumen tersebut berisi panduan untuk mendukung penyedia pelatihan dalam menyusun program pelatihan sustainability reporting yang selaras dengan standar ISSB (International Sustainability Standards Board). SR BOK disusun oleh Singapore’s Accounting and Corporate Regulatory Authority (ACRA).

Langkah tersebut merupakan bagian dari strategi besar Singapura dalam memperkuat kapasitas tenaga kerja untuk pengungkapan iklim dan isu-isu ESG (Environmental, Social, and Governance), sekaligus menyukseskan Singapore Green Plan 2030. SR BOK sendiri telah mendapatkan dukungan lebih dari 50 pemangku kepentingan, khususnya regulator, penyusun laporan perusahaan, penyedia jasa assurance, hingga institusi pendidikan.

Pertanyaannya kemudian, kapan Indonesia menyusul? Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia tidak boleh berdiam diri di tengah laju globalisasi pengungkapan keberlanjutan yang kian cepat.

Singapura, melalui langkah strategisnya meluncurkan SR BOK, bukan saja tengah membangun sistem pelatihan yang terstandar. Mereka sedang menyiapkan talent pipeline yang akan menjadi tulang punggung keberhasilan ekosistem sustainability reporting nasional mereka.

Kita di Indonesia, yang tengah giat mewajibkan penyusunan Sustainability Report (SR) melalui regulasi OJK Nomor 51/POJK.03/2017 dan peraturan turunannya, menghadapi kebutuhan mendesak yang serupa. Kita juga dituntut agar bisa membangun kompetensi dan menjamin kualitas pelatihan bagi para profesional pelaporan keberlanjutan.

Sayangnya, hingga hari ini Indonesia belum memiliki kerangka panduan nasional yang bisa menjadi rujukan penyedia pelatihan sustainability. Pelatihan yang ada masih terfragmentasi, bergantung pada inisiatif swasta, konsultan, atau lembaga pelatihan, dan belum sepenuhnya terstandar dengan pendekatan berbasis kompetensi.

Hal tersebut jelas menjadi hambatan struktural, mengingat kompleksitas penyusunan Sustainability Report (SR). Penyusunan SR tidak hanya menuntut pemahaman terkait prinsip-prinsip keberlanjutan. Tim penyusun SR perlu memiliki pemahaman teknis atas standar pelaporan (misal ISSB dan Global Reporting Initiative/GRI) serta metodologi pengukuran jejak karbon dan pengungkapan iklim.

Langkah Singapura dalam membakukan kompetensi teknis mencerminkan keseriusan mereka mempersiapkan tenaga profesional masa depan. Dengan panduan tersebut, dimungkinkan tenaga penyusunan laporan keberlanjutan memiliki pemahaman yang sama dalam hal akuntansi gas rumah kaca (GRK), pemahaman IFRS S1 dan S2, hingga pengungkapan iklim yang mengikuti protokol GRK.

Kita perlu mengikuti langkah positif tersebut, apalagi di tengah kenyataan bahwa sebagian besar tenaga kerja profesional Indonesia yang belum tentu mendapatkan pelatihan sistematis dalam bidang ESG dan sustainability reporting.

Kebutuhan akan panduan pelatihan menjadi kian mendesak ketika Indonesia, melalui roadmap OJK, akan mulai memberlakukan pengungkapan keberlanjutan berbasis ISSB bagi emiten. ISSB telah menyatukan pendekatan pengungkapan keberlanjutan dan keuangan dengan menerbitkan dua standar, yaitu IFRS S1 dan IFRS S2.

IFRS S1 berisi pengungkapan keberlanjutan secara umum, sedangkan IFRS S2 adalah untuk pengungkapan iklim. Keduanya menuntut preparedness tinggi dari perusahaan dan penyusunnya, mulai dari materiality assessment, analisis risiko iklim, pengukuran emisi GRK, hingga strategi transisi menuju ekonomi rendah karbon.

Dalam hal ini, Indonesia memerlukan ekosistem pelatihan yang tersertifikasi dan dijamin kualitasnya. Tujuannya agar bisa menjawab kebutuhan perusahaan, penyedia assurance, hingga tuntutan regulator.

Pelatihan yang terstruktur dan diawasi oleh lembaga nasional akan menjembatani kesenjangan kompetensi yang selama ini menjadi batu sandungan. Perlu dibangun sebuah konsorsium nasional yang melibatkan regulator (seperti OJK dan Kementerian Keuangan), akademisi, asosiasi profesi, serta pelaku industri, untuk menyusun dan meresmikan Body of Knowledge nasional bagi pelaporan keberlanjutan.

Selain itu, Indonesia juga perlu mengintegrasikan pelatihan sustainability reporting ke dalam pendidikan tinggi, terutama di jurusan-jurusan akuntansi, manajemen, dan administrasi niaga. Saat ini, materi terkait sustainability masih menjadi topik pilihan, bukan bagian inti dari kurikulum. Padahal, tuntutan dunia profesional jelas: mereka yang tidak memiliki keterampilan di bidang keberlanjutan akan tertinggal dan kehilangan relevansi.

Kita perlu menyusun kerangka kebijakan nasional yang holistik untuk penguatan kapasitas pelaporan keberlanjutan. Bentuknya bisa berupa peta kompetensi nasional, kurikulum pelatihan yang selaras dengan standar global, sistem sertifikasi dan akreditasi pelatihan, hingga insentif bagi sektor usaha untuk membangun kapasitas SDM-nya secara berkelanjutan.

Tujuannya tidak lain untuk mewujudkan kepemimpinan regional dalam arsitektur ekonomi hijau. Inisiatif tersebut akan memperkuat kepercayaan investor dan mendorong praktik ESG yang lebih baik.

Maka pertanyaannya bukan lagi apakah kita akan bergerak ke arah itu, tetapi kapan kita siap mengambil langkah berani seperti Singapura? Jawabannya ada pada kita, pada para pemangku kebijakan, praktisi, akademisi, dan pembelajar yang bersedia mengubah sistem dari dalam.

 

Share61Tweet38Send
Previous Post

Perpajakan Berkelanjutan di Era IFRS S1 dan S2

Ismail Khozen

Ismail Khozen

Manager Pratama Institute. Pengajar di Departemen Ilmu Administrasi Fiskal, Universitas Indonesia.

Related Posts

Artikel

Perpajakan Berkelanjutan di Era IFRS S1 dan S2

2 Juni 2025
Sumber: Freepik
Analisis

Pajak untuk Pemerataan Literasi

30 Mei 2025
Sumber: Freepik
Artikel

Peneliti PRINS Berbagi Perspektif Terkait Pajak Daerah dan Cukai MBDK

28 Mei 2025
SP2DK
Artikel

Menakar Intensifikasi SP2DK di Era CTAS

26 Mei 2025
Ilustrasi tax amnesty
Analisis

Diskursus: Apakah Kebijakan Tax Amnesty Bersifat Ekses?

23 Mei 2025
Artikel

Briefing ASRRAT 2025 Tegaskan Kriteria Baru

23 Mei 2025

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1466 shares
    Share 586 Tweet 367
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    942 shares
    Share 377 Tweet 236
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    917 shares
    Share 367 Tweet 229
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    760 shares
    Share 304 Tweet 190
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    728 shares
    Share 291 Tweet 182
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.