Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Jumat, 3 Oktober 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Penetrasi Generasi Z di Tengah Gelombang Pajak Digital

Lambang Wiji ImantorobyLambang Wiji Imantoro
2 Oktober 2025
in Analisis, Artikel
Reading Time: 4 mins read
132 1
A A
0
Ilustrasi penetrasi Gen Z terhadap pasar

Sumber: Freepik

152
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Indonesia sedang berada dalam fase transformasi besar di bidang ekonomi. Jika sebelumnya aktivitas ekonomi terpusat pada sektor-sektor konvensional, kini sebagian besar bergerak ke arah digital. Transaksi belanja daring, layanan hiburan berbasis aplikasi, hingga kegiatan kreatif yang dilakukan melalui media sosial menjadi bagian dari keseharian masyarakat.

Perubahan ini juga membawa konsekuensi pada sistem penerimaan negara. Pajak yang dulunya identik untuk perusahaan besar atau pekerja kantoran kini dihadapkan pada realitas baru yaitu tentang bagaimana perpajakan mampu menjangkau aktivitas ekonomi yang berlangsung di dunia maya, dan sering kali dilakukan oleh individu-individu muda yang bekerja secara mandiri.

Di tengah perubahan tersebut, pemerintah dituntut untuk tidak hanya memahami dinamika baru tentang ekonomi digital, tetapi juga harus mampu menyiapkan instrumen kebijakan fiskal yang mampu mengimbanginya. Tanpa langkah adaptif, potensi penerimaan dari aktivitas digital berpotensi hilang begitu saja. Kesadaran inilah yang seharusnya mendorong pemerintah untuk menggulirkan sejumlah kebijakan pajak yang ditujukan unyuk mengangkap peluang penerimaan pajak dari ekonomi digital di Indonesia. Apa yang dilakukan pemerintah?

Sejak 2020, pemerintah sebenarnya telah mulai menerapkan pajak digital dengan memungut PPN sebesar 10% atas barang dan jasa digital yang dipasok oleh perusahaan asing seperti Netflix, Google, dan Spotify. Kebijakan ini menandakan bahwa sebenarnya pemerintah telah menlihat peluang besar dari ekonomi digital, yang boleh jadi merupakan sumber penerimaan baru yang tidak boleh diabaikan.

Mengutip data dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), tercatat hingga Februari 2025 penerimaan dari sektor digital telah mencapai Rp33,56 triliun, dengan kontribusi terbesar berasal dari PPN perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) senilai Rp26,17 triliun. Penerimaan lainnya datang dari pajak fintech yang menyumbang Rp3,23 triliun, sementara pajak kripto menyumbang Rp1,21 triliun. Angka ini menunjukkan peran signifikan yang dalam waktu yang relatif singkat mampu menjadi penopang penerimaan negara

Namun demikian, potensi sebenarnya jauh lebih besar. Bank Indonesia memperkirakan nilai transaksi e-commerce Indonesia dapat menembus Rp1.000 triliun pada tahun 2025. Dengan skema pemungutan pajak penghasilan final sebesar 0,5 persen yang kini diberlakukan melalui platform e-commerce, potensi tambahan penerimaan negara bisa mencapai Rp5 triliun per tahun. Potensi ini tentunya memperlihatkan bahwa integrasi aktivitas digital ke dalam sistem perpajakan adalah salah satu kunci keberlanjutan fiskal di masa depan.

Penetrasi Gen Z di Panggung Ekonomi Digital

Di balik angka-angka tersebut, genari z (Gen-Z) sebenarnya memainkan peran yang sangat besar. Kelompok ini tumbuh bersamaan dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi. Bagi kami, dunia digital bukan sekadar sarana komunikasi, melainkan juga ruang untuk menciptakan nilai ekonomi. Banyak di antara Gen-Z menjadi konten kreator di TikTok dan YouTube, menjual produk di marketplace, atau bekerja lepas sebagai desainer, penulis, hingga game streamer. Kreativitas yang sebelumnya dianggap sebagai hobi kini bertransformasi menjadi sumber pendapatan utama.

Fenomena ini membuat Gen-Z menjadi tulang punggung ekonomi digital Indonesia. Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2023, kelompok usia 16–24 tahun merupakan pengguna internet paling aktif, dengan penetrasi lebih dari 99%. Tingkat adopsi teknologi yang tinggi membuat mereka lebih adaptif terhadap model bisnis baru yang berbasis digital. Tidak mengherankan jika sebagian besar pelaku usaha mikro di platform e-commerce maupun pekerja kreatif daring berasal dari kelompok usia ini.

Tetapi situasi ini menimbulkan persoalan baru bagi sistem perpajakan. Penghasilan Gen-Z dari ekonomi digital sering kali bersifat fluktuatif. Seorang konten kreator bisa memperoleh pendapatan besar dari iklan atau endorsement dalam satu bulan, lalu nyaris tidak ada penghasilan di bulan berikutnya. Kondisi ini berbeda dengan pekerja kantoran yang memiliki pendapatan tetap dan mudah dihitung kewajiban pajaknya. Jika negara menerapkan aturan pajak yang kaku, risiko yang muncul adalah mematikan semangat kewirausahaan dan kreativitas dari para Gen-z yang justru tengah menjadi aktor penggerak ekonomi modern.

Pemerintah mencoba menjawab dilema ini melalui PMK 37/2025. Dalam regulasi tersebut, pedagang dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun dibebaskan dari kewajiban dipungut pajak oleh platform. Sebenarnya, mekanisme ini memberi ruang bagi pelaku usaha mikro, yang sebagian besar adalah anak muda, untuk berkembang tanpa terbebani administrasi pajak yang rumit. Sementara itu, untuk pelaku dengan omzet lebih besar, platform e-commerce diwajibkan memotong PPh final sebesar 0,5%. Kebijakan ini tidak hanya memperluas basis pajak, tetapi juga memberi sinyal bahwa negara mengakui aktivitas ekonomi Gen-Z sebagai bagian dari sistem resmi.

Masa Depan Penerimaan Negara dan Kreativitas Anak Muda

Kebijakan pajak digital di Indonesia bukanlah yang pertama di dunia. Uni Eropa sudah lebih dahulu mengenakan PPN atas layanan digital lintas negara sejak 2015. Contoh lainnya adalah India yang telah menerapkan equalisation levy terhadap perusahaan digital asing sejak 2016. Tren global ini memperlihatkan bahwa negara-negara di dunia sama-sama menghadapi tantangan serupa, yaitu bagaimana memastikan aktivitas ekonomi digital yang lintas batas tetap memberikan kontribusi terhadap kas negara.

Namun, berbeda dengan negara maju yang sudah memiliki kesadaran pajak relatif tinggi, Indonesia masih menghadapi tantangan dari sisi kepatuhan masyarakat. Salah satu isu utama adalah bagaimana membangun kesadaran di kalangan generasi muda. Survei DJP tahun 2022 menunjukkan bahwa hanya 30% anak muda berusia di bawah 25 tahun yang memahami kewajiban perpajakan dasar. Rendahnya literasi ini dapat menimbulkan resistensi, apalagi jika pajak dianggap sekadar sebagai beban tambahan.

Karena itu, komunikasi publik menjadi faktor penentu. Pemerintah perlu menekankan bahwa pajak bukan hanya kewajiban, melainkan juga bentuk pengakuan negara terhadap kontribusi ekonomi yang diciptakan generasi muda. Hasil pajak dari sektor digital seharusnya kembali kepada masyarakat dalam bentuk program-program yang dekat dengan kehidupan mereka: peningkatan akses internet, pengembangan infrastruktur teknologi, hingga dukungan langsung terhadap industri kreatif. Jika manfaat itu dapat dirasakan,  Gen-Z akan lebih mudah menerima bahwa mereka adalah bagian dari sistem perpajakan nasional.

Pada akhirnya, masa depan penerimaan negara di era digital akan sangat ditentukan oleh kemampuan Indonesia dalam mengelola potensi generasi mudanya. Kreativitas yang tumbuh di ruang digital telah melahirkan peluang ekonomi baru yang nilainya sangat besar. Pajak digital merupakan salah satu cara agar peluang itu tidak sekadar menguntungkan individu, tetapi juga menjadi sumber pembangunan kolektif. Dengan regulasi yang sederhana, adil, dan transparan, Gen-Z tidak akan melihat pajak sebagai hambatan, melainkan sebagai tanda bahwa negara hadir untuk mendukung langkah mereka.

author avatar
Lambang Wiji Imantoro
See Full Bio
Tags: DigitalGen ZPajak DigitalPPN PMSE
Share61Tweet38Send
Previous Post

Bea Balik Nama Kendaraan Bekas Resmi Dihapus

Next Post

Injeksi Likuiditas: Stabilitas Finansial atau Ilusi Pertumbuhan?

Lambang Wiji Imantoro

Lambang Wiji Imantoro

Related Posts

Artikel

SP2DK dan Era Baru Kepatuhan Pajak di Indonesia

3 Oktober 2025
Ilustri injeksi likuiditas ke perbankan
Analisis

Injeksi Likuiditas: Stabilitas Finansial atau Ilusi Pertumbuhan?

3 Oktober 2025
Kendaraan bekas
Artikel

Bea Balik Nama Kendaraan Bekas Resmi Dihapus

2 Oktober 2025
Artikel

Stop Amnesti Pajak Berulang, Saatnya Pemerintah Cari Jalan Lain

1 Oktober 2025
PENURUNAN PENERIMAAN PAJAK 2025?
Artikel

Gebrakan Pajak Menkeu Purbaya: Langkah Efektif?

30 September 2025
Artikel

Menjembatani Kesenjangan Pajak, Dari Pemungutan Otomatis ke Digitalisasi Pasar

29 September 2025
Next Post
Ilustri injeksi likuiditas ke perbankan

Injeksi Likuiditas: Stabilitas Finansial atau Ilusi Pertumbuhan?

SP2DK dan Era Baru Kepatuhan Pajak di Indonesia

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1483 shares
    Share 593 Tweet 371
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    1016 shares
    Share 406 Tweet 254
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    962 shares
    Share 385 Tweet 241
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    822 shares
    Share 329 Tweet 206
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    782 shares
    Share 313 Tweet 196
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.