Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Kamis, 8 Mei 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Skandal Korupsi BBM dan Lemahnya Tata Kelola BUMN

Pratama IndomitrabyPratama Indomitra
25 Maret 2025
in Artikel
Reading Time: 4 mins read
139 1
A A
0
Ilustrasi Tata Kelola

Sumber: Freepik

160
SHARES
2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Investor Daily | 18 Maret 2025

Kasus korupsi yang menjerat anak usaha Grup Pertamina kembali menyingkap borok tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Alih-alih menjadi motor penggerak ekonomi nasional, perusahaan pelat merah ini justru terjebak dalam praktik yang merugikan negara. Terbaru, anak usaha Pertamina terseret dalam perkara korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023.

Skandal ini kian menambah daftar panjang persoalan tata niaga bahan bakar minyak (BBM). Publik pun mulai mempertanyakan kredibilitas Pertamina dalam mengelola bisnis energi, termasuk dugaan pengoplosan BBM RON 90 (Pertalite) menjadi RON 92 (Pertamax). Jika terbukti, praktik ini bukan sekadar pelanggaran teknis, melainkan indikasi lemahnya pengawasan dan kontrol internal di tubuh BUMN energi tersebut.

Kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp193,7 triliun dalam satu tahun dan potensi total hingga Rp950 triliun dalam lima tahun menunjukkan skandal ini bukan sekadar manipulasi angka. Ini adalah bukti kegagalan penerapan Good Corporate Governance (GCG) di tubuh Pertamina. Budaya AKHLAK (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) yang selama ini digaungkan oleh Kementerian BUMN, nyatanya tak lebih dari jargon semata.

Kasus ini menjadi alarm keras bagi tata kelola BUMN di Indonesia. Jika pengawasan tidak diperketat dan transparansi hanya sebatas wacana, skandal serupa bukan tidak mungkin akan terus berulang.

GCG dan Budaya AKHLAK

Sebagai BUMN, Grup Pertamina memiliki kewajiban untuk menerapkan prinsip-prinsip GCG yang mencakup transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan keadilan (fairness). Regulasi sudah mengamanatkan agar prinsip-prinsip tersebut diterapkan di seluruh tingkatan organisasi, bukan sekadar menjadi dokumen formalitas.

Namun, realitas berkata lain. Praktik yang terungkap dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah tersebut justru menunjukkan bahwa prinsip GCG lebih sering menjadi jargon belaka. Prinsip GCG tertulis rapi dalam pedoman GCG, laporan tahunan, dan terpampang di situs website perusahaan, tetapi nihil implementasi di lapangan.

Berbagai program pelatihan, studi banding, hingga kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pencegahan korupsi telah berkali-kali dilakukan. Bahkan, ajang penghargaan “Best of GCG Companies” pun rutin digelar. Namun, semua itu tak lebih dari sekadar seremoni, hanya mempercantik citra tanpa membenahi substansi.

Kepercayaan publik pun kian terkikis setiap kali kasus korupsi di BUMN mencuat ke permukaan. Kredo GCG seolah hanya menjadi “lipstick” bagi sebagian BUMN, kepatuhan terhadap regulasi dijalankan sebatas membentuk soft structure, tanpa keseriusan dalam penerapannya. Kepemimpinan di perusahaan pelat merah tampak lebih sibuk memastikan semua aturan terdaftar di atas kertas daripada memastikan kepatuhan di dunia nyata.

Pemerintah melalui Kementerian BUMN juga telah mencanangkan budaya AKHLAK sebagai nilai-nilai utama (core values) perusahaan sejak 2020. Seharusnya, nilai Amanah menjadi standar moral bagi para pejabat BUMN dalam menjaga kepercayaan publik, bukan justru menyalahgunakannya demi kepentingan pribadi. Namun, ketika kasus semacam ini kembali terjadi, pertanyaannya apakah budaya tersebut benar-benar dihayati atau sekadar formalitas seremonial belaka?

Fakta bahwa petinggi Grup Pertamina justru menjadi aktor utama dalam konspirasi yang merugikan negara menunjukkan betapa lemahnya komitmen moral dalam kepemimpinan. Jika nilai-nilai AKHLAK sungguh diterapkan, seharusnya ada mekanisme pencegahan yang lebih ketat untuk menutup celah korupsi. Namun, ketika sistem pengawasan internal rapuh dan integritas hanya menjadi lip service, maka kebocoran anggaran dalam jumlah fantastis hanyalah persoalan waktu.

Keteladanan Pemimpin

Setiap organisasi mencerminkan kepemimpinannya. Dalam kasus anak usaha Grup Pertamina, sulit membayangkan bahwa korupsi sebesar ini bisa terjadi tanpa restu atau setidaknya pembiaran dari mereka yang berada di puncak hierarki. Jika pemimpin perusahaan benar-benar meneladani nilai-nilai integritas, mereka seharusnya memastikan bahwa tata kelola perusahaan berjalan dengan baik, bukan justru menjadi aktor utama dalam manipulasi kebijakan.

Nama-nama petinggi Grup Pertamina justru disebut-sebut berperan dalam pengondisian kebijakan impor minyak mentah. Ini bukan sekadar soal pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap nilai-nilai kepemimpinan yang seharusnya mereka junjung tinggi. Pemimpin yang sejati bukan hanya berbicara soal integritas dalam seminar atau pidato internal perusahaan, tetapi membuktikannya dengan keputusan dan tindakan nyata.

Ketika elite perusahaan lebih sibuk memperkaya diri ketimbang membangun tata kelola yang baik, dampaknya tak hanya pada neraca keuangan negara, tetapi juga kepercayaan publik terhadap BUMN sebagai perusahaan pelat merah. Korupsi di sektor energi bukan pertama kali terjadi, dan bukan tidak mungkin akan terus berulang jika akar permasalahannya tidak benar-benar dibereskan.

Kasus ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk menata ulang penerapan GCG di BUMN secara lebih serius. Jika mekanisme pengawasan internal seperti audit internal, kepatuhan, dan manajemen risiko masih bisa dimanipulasi oleh pejabat korup, maka sistem tersebut perlu dievaluasi secara menyeluruh.

Penguatan peran komisaris independen, penerapan teknologi dalam pemantauan transaksi keuangan, hingga whistleblowing system (WBS) yang benar-benar berjalan efektif adalah langkah awal yang bisa dilakukan. Namun, semua ini tidak akan efektif jika pemimpin di dalamnya tetap abai terhadap prinsip dasar integritas. Sebab sebaik apapun sistem akan sia-sia jika SDMnya tidak berintegritas.

Selain itu, keterlibatan aparat penegak hukum tidak boleh hanya sebatas menetapkan tersangka dan membawa kasus ini ke meja hijau. Skandal ini harus diusut hingga ke akar-akarnya, termasuk kemungkinan adanya keterlibatan pihak-pihak lain di lingkaran kekuasaan. Jika tidak, kasus ini hanya akan menjadi satu dari sekian banyak skandal besar yang akhirnya menguap tanpa pertanggungjawaban yang jelas.

Publik Butuh Aksi, Bukan Janji Tata Kelola

Kasus ini bukan sekadar tentang uang negara yang dikorupsi, tetapi juga tentang dampaknya terhadap masyarakat luas. Harga BBM yang lebih tinggi akibat permainan mafia impor minyak jelas menjadi beban tambahan bagi rakyat kecil. Jika pemerintah benar-benar serius dalam menegakkan hukum, maka tidak boleh ada kompromi dalam penyelesaian kasus ini.

BUMN seharusnya menjadi pilar ekonomi negara, bukan alat bagi segelintir elite untuk mengeruk keuntungan pribadi. Penerapan GCG, budaya AKHLAK, dan integritas kepemimpinan tidak boleh hanya menjadi slogan belaka, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan yang nyata.

Sudah saatnya pemerintah, melalui Kementerian BUMN dan aparat penegak hukum, harus memastikan bahwa kasus ini tidak berakhir seperti kasus-kasus sebelumnya yang redup seiring berjalannya waktu. Jika penegakan hukum hanya berhenti pada aktor-aktor menengah tanpa menyentuh eksekutor utama di level atas, maka publik berhak mempertanyakan sejauh mana keseriusan pemerintah dalam menindak para pencuri uang negara ini.

Jalan menuju tata kelola BUMN yang baik masih terjal. Selama integritas hanya menjadi wacana dan bukan prioritas, skandal seperti ini akan terus terulang, dan masyarakat hanya bisa bertanya apakah kita masih bisa berharap pada pemimpin yang benar-benar berintegritas, ataukah ini hanyalah babak baru dalam sejarah panjang rente di sektor energi? Semoga tidak demikian.

Artikel ini telah terbit di Harian Investor Daily pada 18 Maret 2025 dan di tulis oleh Senior Governance Analyst di Pratama Institute for Fiscal Policy & Governance Studies, Dwi Purwanto

Tags: BUMNGCGgovernanceTata Kelola
Share64Tweet40Send
Previous Post

Mudik Pakai Pesawat Dapat Insentif PPN

Next Post

Masa Depan Assurance Laporan Keberlanjutan

Pratama Indomitra

Pratama Indomitra

Related Posts

Ilustrasi nongkrong
Analisis

Menakar Kebijakan Pajak di Tengah Tren Nongkrong Modern

8 Mei 2025
Artikel

Memahami Penyusunan Transfer Pricing Document Sesuai PMK 172/2023

8 Mei 2025
Artikel

ESG: Jejak Menuju Dunia yang Lebih Berkelanjutan

6 Mei 2025
Transaksi Afiliasi
Artikel

Seni Mengelola Transaksi Afiliasi

6 Mei 2025
Artikel

Menambal Jurang Fiskal : UHNWI vs Buruh

5 Mei 2025
Artikel

Standar Baru Jaminan Laporan Keberlanjutan ISSA 5000

5 Mei 2025
Next Post

Masa Depan Assurance Laporan Keberlanjutan

Laporan Keberlanjutan Meningkat Kala Hutan Terus Dibabat

Laporan Keberlanjutan Meningkat Kala Hutan Terus Dibabat

ilustrasi struktur perpajakan

Diskursus: Apakah Tarif Pajak di Indonesia Terlalu Tinggi?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1459 shares
    Share 584 Tweet 365
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    916 shares
    Share 366 Tweet 229
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    898 shares
    Share 359 Tweet 225
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    741 shares
    Share 296 Tweet 185
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    712 shares
    Share 285 Tweet 178
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.