Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Jumat, 18 Juli 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Tantangan dan Strategi dalam Meningkatkan Rasio Pajak

Muhammad Akbar AditamabyMuhammad Akbar Aditama
27 Februari 2025
in Artikel
Reading Time: 3 mins read
124 10
A A
0
Rasio Pajak

Image by freepik

153
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Peningkatan rasio pajak telah menjadi agenda utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 12/2025. Pemerintah menargetkan rasio pendapatan negara terhadap PDB sebesar 13,75%-18% dan rasio penerimaan pajak terhadap PDB sebesar 11,52%-15%. Penting untuk membedakan antara rasio penerimaan negara dan rasio penerimaan pajak, karena penerimaan negara mencakup Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dengan demikian, target rasio pajak yang lebih realistis pada tahun 2029 adalah 11,52%-15%.

Namun, tantangan besar masih menghadang. Salah satu strategi utama pemerintah adalah meningkatkan kepatuhan pajak dan memperluas basis pajak, termasuk menyasar underground economy (UGE). Underground economy terdiri dari empat kategori utama yang masing-masing memiliki tantangan tersendiri dalam pemajakan. Illegal economy mencakup aktivitas seperti perdagangan narkoba, prostitusi, perjudian ilegal, penyelundupan, dan penipuan yang tidak dapat dikenakan pajak karena melanggar hukum.

Unreported economy melibatkan transaksi ekonomi yang tidak dilaporkan ke otoritas pajak untuk menghindari kewajiban pajak, sehingga intensifikasi pajak bisa dilakukan melalui pemeriksaan pajak. Unrecorded economy mencakup pembayaran upah secara tunai yang tidak tercatat serta transaksi barter yang sulit dipantau oleh otoritas pajak. Sementara itu, informal economy mencakup pedagang kaki lima, warung kecil, tukang ojek, pengemudi becak, dan pemulung, yang sulit dipajaki karena sistem administrasi pajak yang kompleks untuk segmen ini.

Baca juga : Penurunan Tarif PPh Badan dan Peningkatan Rasio Pajak

Rasio pajak dihitung berdasarkan penerimaan pajak dibagi dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk meningkatkan rasio pajak, pertumbuhan penerimaan pajak harus lebih tinggi dari pertumbuhan PDB. Ini dapat dicapai melalui strategi intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Intensifikasi pajak dapat dilakukan dengan penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data/Keterangan (SP2DK), yang ditujukan kepada wajib pajak yang diduga memiliki pajak kurang bayar. Pemeriksaan pajak juga bisa dilakukan hingga lima tahun ke belakang untuk menemukan potensi pajak terutang.

UMKM
Image by freepik/Ilustrasi UMKM

Sementara itu, ekstensifikasi pajak dapat dilakukan dengan digitalisasi perpajakan, penguatan pengawasan transaksi ekonomi digital, serta penyederhanaan prosedur pendaftaran pajak bagi usaha kecil dan menengah (UMKM). Penerapan teknologi dalam pemantauan pajak juga menjadi strategi penting, seperti penggunaan big data analytics untuk mendeteksi transaksi yang belum dilaporkan, pemanfaatan artificial intelligence (AI) dalam audit pajak, serta integrasi sistem pembayaran digital guna meningkatkan pencatatan transaksi ekonomi informal.

Secara teoritis, ada dua kemungkinan dalam pencapaian target rasio pajak: bisa tercapai atau tidak. Namun, pengalaman menunjukkan bahwa rasio pajak di Indonesia masih berkisar 10% dalam beberapa tahun terakhir. Tantangan utama yang dihadapi adalah meningkatkan voluntary compliance atau kepatuhan sukarela wajib pajak, memastikan pemeriksaan pajak berjalan efektif tanpa memberatkan dunia usaha, serta mengurangi kebocoran penerimaan akibat korupsi dan administrasi yang belum optimal.

Untuk meningkatkan kepatuhan sukarela, wajib pajak harus memiliki kepercayaan tinggi terhadap otoritas pajak. Pemerintah perlu memperbaiki gaya komunikasi dan pelayanan perpajakan agar wajib pajak merasa didukung, bukan sekadar diperiksa. Selain itu, layanan digital Coretax perlu diperbaiki agar stabil dan aman digunakan oleh wajib pajak. Sosialisasi pemanfaatan Coretax juga harus lebih masif agar wajib pajak dan konsultan pajak memiliki pengalaman pengguna yang baik. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak juga sangat penting. Wajib pajak akan lebih patuh jika mereka yakin bahwa pajak digunakan untuk pembangunan, bukan untuk pemborosan atau korupsi. Pemerintah harus menyediakan laporan pemanfaatan pajak yang lebih transparan kepada publik.

Baca juga : Mengapa Rasio Pajak Indonesia Rendah?

Peningkatan rasio pajak merupakan tantangan besar, tetapi bukan sesuatu yang mustahil. Dengan strategi intensifikasi, ekstensifikasi, dan digitalisasi pajak, target penerimaan dapat lebih realistis dicapai. Namun, keberhasilan strategi ini bergantung pada tingkat kepatuhan wajib pajak, efisiensi administrasi perpajakan, dan transparansi penggunaan pajak oleh pemerintah. Jika langkah-langkah ini dilakukan secara konsisten, bukan tidak mungkin Indonesia akan mencapai rasio pajak yang lebih tinggi dan meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani perekonomian secara berlebihan.

Tags: Rasio PajakSektor Informalunderground economy
Share61Tweet38Send
Previous Post

Kebijakan Pajak Bisa Atasi Ketimpangan?

Next Post

Kesehatan Mental pada Kerangka ESG dan Pelaporannya dalam Sustainability Report

Muhammad Akbar Aditama

Muhammad Akbar Aditama

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute

Related Posts

Artikel

Standar Pengungkapan Keberlanjutan Resmi Terbit

18 Juli 2025
Penurunan Nilai Asset
Artikel

Penanganan Penurunan Nilai Aset Tetap Sesuai PSAK

18 Juli 2025
Ilustrasi e-commerce memungut pajak
Artikel

PMK 37/2025: Marketplace Wajib Pungut Pajak, Ini Aturannya

15 Juli 2025
Artikel

Pentingnya Peran Perusahaan yang Nyata di Tengah Bencana

14 Juli 2025
Artikel

Laporan Keberlanjutan sebagai Pilar Strategi Bisnis Masa Kini

11 Juli 2025
Ke mana larinya uang pajak kita?
Analisis

Ke Mana Larinya Uang Pajak Kita?

10 Juli 2025
Next Post

Kesehatan Mental pada Kerangka ESG dan Pelaporannya dalam Sustainability Report

Faktor Sosial dalam ESG: Kunci dalam Bisnis Berkelanjutan

Danantara

Danantara: Harapan Baru atau Jebakan Fiskal?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1475 shares
    Share 590 Tweet 369
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    983 shares
    Share 393 Tweet 246
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    948 shares
    Share 379 Tweet 237
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    803 shares
    Share 321 Tweet 201
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    756 shares
    Share 302 Tweet 189
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.