Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Jumat, 9 Mei 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Pengelolaan Tapera melalui APBN dan Peningkatan Rasio Pajak

Muhammad Akbar AditamabyMuhammad Akbar Aditama
31 Juli 2024
in Artikel
Reading Time: 3 mins read
133 1
A A
0
154
SHARES
1.9k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Presiden Joko Widodo menerbitkan regulasi baru terkait iuran program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) untuk seluruh pekerja. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2024 (“PP-21/2024”) yang berlaku sejak 20 Mei 2024. Pada PP-21/2024 tersebut, pegawai negeri maupun swasta akan terkena potongan tambahan untuk simpanan Tapera. Ketentuan ini memberikan kewenangan bagi pemberi kerja untuk melakukan pemotongan sebesar 3 persen dari gaji pekerja setiap bulannya. Adapun rincian danannya berasal dari pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen. Sedangkan, bagi pekerja mandiri besaran simpanan ditanggung sendiri oleh pekerja tersebut. Pasal 20 PP-21/2024 ini juga mengatur jadwal penyetoran simpanan Tapera paling lambat pada tanggal 10 setiap bulannya dilakukan oleh pemberi kerja.

Namun sejak PP-21/2024 mulai diberlakukan terdapat sejumlah kritikan dari berbagai pihak yang mendorong Pemerintah untuk membatalkan ketentuan tersebut. Meski begitu, pemerintah seolah tak mendengar keluhan masyarakat. Pemerintah tetap gencar mensosialisasikan program yang menjanjikan kepemilikan rumah bagi para pesertanya itu. Mengutip pernyataan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyebut Program Tapera baru mulai dijalankan pada 2027. Oleh karena itu, pemerintah membuka ruang kepada masyarakat dan pengusaha untuk melakukan konsultasi.

Bagaimana Jika Tapera Sebagai Social Security Tax

Berbagai kritikan yang dilontarkan sejumlah pihak berkaitan dengan ada nya isu pengawasan dan tata kelola atas dana yang terkumpul. Oleh karenanya, Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan rencana pengelolaan dana Tapera yang telah terkumpul. Kebijakan fiskal menawarkan desain pengelolaan dana Tapera dimasukan sebagai salah satu pemasukan dalam APBN melalui skema Social Security Tax (SST).

OECD (2024) mendefinisikan social security tax sebagai pembayaran wajib yang dibayarkan kepada pemerintah umum yang memberikan hak untuk menerima tunjangan sosial (kontinjen) di masa depan. Termasuk di dalamnya: tunjangan dan suplemen asuransi pengangguran, tunjangan kecelakaan, cedera dan sakit, pensiun hari tua, cacat dan korban, tunjangan keluarga, penggantian biaya pengobatan dan rumah sakit atau penyediaan layanan rumah sakit atau medis. Kontribusi dapat dikenakan pada karyawan dan pemberi kerja.

Jika dilihat secara mendalam, program Tapera sebenarnya memiliki tujuan yang mulia bagi masyarakat yang kesulitan mendapatkan hunian saat ini. Selain itu, secara sekilas tujuan Tapera memiliki kesamaan dengan SST, yaitu sama-sama memberikan jaringan pengaman bagi masyarakat kelas menengah-bawah. Dengan demikian, memasukan dana Tapera dalam APBN akan menjadi pertimbangan yang baik.

Merujuk pada ketentuan Tapera, dana yang terhimpun dari Tapera akan dikelola secara kontrak investasi oleh bank kustodian dan Manajer investasi. Meskipun memang setiap peserta berhak memperoleh informasi mengenai kondisi dan kinerja dana Tapera, namun dana ini tidak tercatat dalam APBN (dana off-budget)

Dana off-budget adalah dana publik di luar neraca karena tidak tercatat dalam APBN. Pengelolaan dana seperti ini memiliki kecenderungan untuk minim transparansi dalam aspek penggunaan, pengawasan, sehingga berpotensi menimbulkan salah tata kelola. Oleh karena itu, kebijakan fiskal menawarkan dana yang terkumpul pada program Tapera dimasukan pada mekanisme pengelolaan APBN melalui SST.

Apabila dana Tapera masuk dalam skema APBN, dana tersebut akan melewati 5 tahapan. Pertama, perencanaan dan penganggaran oleh eksekutif (Pemerintah) dan jajaranya. Kedua, perencanaan dan anggaran perlu mendapatkan persetujuan legislatif (DPR). Ketiga, implementasi dan pelaksanaan APBN. Keempat, pertanggungjawaban/pelaporan serta pengawasan atas dana Tapera. Terakhir, pelaksanaan audit penggunaan dana.

Adapun benefit lainnya ketika memasukan dana Tapera dalam APBN dapat meningkatkan rasio pajak Indonesia. Apabila Tapera dikategorikan sebagai salah satu komponen SST yang masuk kerangka APBN, dana tersebut bisa diperhitungkan sebagai salah satu penerimaan pajak berdampak pada peningkatan rasio pajak secara umum.

Sebagai penutup, kajian ini solusi pajak yang ditawarkan dapat memperkaya diskusi publik mengenai pro dan kontra program Tapera. Memang pelaksanaan Tapera dimasukan ke dalam skema APBN melalui SST tidak akan bisa dilaksanakan dengan cepat karena diperlukan studi lebih lanjut. Namun, kajian ini memberikan diskursus bahwa setiap kebijakan yang diambil Pemerintah dapat menimbulkan domino effect, jika Pemerintah membuat sebuah kebijakan secara matang. Kebijakan program Tapera ini dirasa belum didasarkan pada riset yang mendalam, sehingga terkesan Pemerintah terburu-buru dalam membuat sebuah kebijakan.

Tags: APBNOECDSocial Security TaxTapera
Share62Tweet39Send
Previous Post

Masuk Daftar Pra-Kajian: Tepatkah Detergen Dikenakan Cukai?

Next Post

Peran Orang Ketiga dalam Menutup Celah Ketidakpatuhan Pajak

Muhammad Akbar Aditama

Muhammad Akbar Aditama

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute

Related Posts

Ilustrasi nongkrong
Analisis

Menakar Kebijakan Pajak di Tengah Tren Nongkrong Modern

8 Mei 2025
Artikel

Memahami Penyusunan Transfer Pricing Document Sesuai PMK 172/2023

8 Mei 2025
Artikel

ESG: Jejak Menuju Dunia yang Lebih Berkelanjutan

6 Mei 2025
Transaksi Afiliasi
Artikel

Seni Mengelola Transaksi Afiliasi

6 Mei 2025
Artikel

Menambal Jurang Fiskal : UHNWI vs Buruh

5 Mei 2025
Artikel

Standar Baru Jaminan Laporan Keberlanjutan ISSA 5000

5 Mei 2025
Next Post

Peran Orang Ketiga dalam Menutup Celah Ketidakpatuhan Pajak

Kalender Pajak Agustus 2024

Kalender Pajak Agustus 2024

WNI tinggal di luar negeri lebih dari 6 bulan harus lapor SPT atau tidak

WNI Tinggal di Luar Negeri Lebih dari 6 Bulan, Bolehkah Tidak Lapor SPT?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1459 shares
    Share 584 Tweet 365
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    916 shares
    Share 366 Tweet 229
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    898 shares
    Share 359 Tweet 225
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    742 shares
    Share 297 Tweet 186
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    712 shares
    Share 285 Tweet 178
Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • pratamainstitute@pratamaindomitra.co.id
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.