Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Senin, 4 Agustus 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Apakah Istilah “Tidak Terutang PPN” dan “PPN Dibebaskan” Sama?

220
SHARES
2.7k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

PERTANYAAN

Apa bedanya “tidak terutang PPN” dengan “pembebasan PPN”?

  • Ida Anggrainy
Picture of Muhammad Akbar Aditama

Muhammad Akbar Aditama

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute
PERNYATAAN PENYANGKALAN
Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.
Baca Disclaimer
DISCLAIMER

Ringkasan jawaban

Terminologi tidak terutang PPN dan dibebaskan PPN adalah istilah yang berbeda meskipun memiliki konsekuensi yang sama terhadap pengkreditan Pajak Masukannya, yaitu sama-sama tidak dapat dikreditkan. Tidak terutang PPN terdiri atas dua kondisi yaitu tidak dikenai PPN dan dibebaskan dari pengenaan PPN. Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia terkait dengan metode nilai tambah yaitu VAT = t(Output) – t(Input). Setiap pajak keluaran disandingkan dengan pajak masukan, sehingga apabila tidak ada t(output) atau pajak keluaran maka t(input) atau pajak masukan tidak dapat dikreditkan.

Pembahasan lengkap

Terima kasih Bu Ida atas pertanyaannya mengenai terminologi di dalam ketentuan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) Indonesia. Istilah “tidak terutang PPN” dan “pembebasan PPN” sekilas seperti memiliki makna yang sama. Akan tetapi, kedua istilah ini nyatanya memiliki makna yang berbeda sehingga penting untuk kita memahami lebih lanjut mengenai perbedaan keduanya.

Istilah “tidak terutang” ada pada penjelasan Pasal 9 ayat (5) Undang-undang No. 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 7 tahun 2021 (“UU PPN“), sebagaimana dikutip berikut ini. Dari aturan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa transaksi yang tidak terutang PPN terdiri dari dua kondisi yaitu tidak dikenai PPN dan dibebaskan dari pengenaan PPN.

KontenTerkait

Pajak

Apa Kewajiban Perpajakan Bagi Wajib Pajak di Sektor Jasa

29 Juli 2025
Pajak Marketplace

Bagaimana mengkredit PPh pasal 22 pajak marketplace?

16 Juli 2025

“Penjelasan Pasal 9
(5) …..

Yang dimaksud dengan “penyerahan yang tidak terutang pajak” adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 16B. Pajak Masukan atas penyerahan yang tidak terutang pajak tidak dapat dikreditkan.”

Konsep PPN Indonesia

Konsep PPN di Indonesia sangat terkait dengan konsep nilai tambah (value added). Menurut Tait (1988), konsep nilai tambah dibagi menjadi empat format di bawah ini (jika t adalah pajak):

  1. VAT = t(Output – Input)
  2. VAT = t(Output) – t(Input)
  3. VAT = t(Upah + Marjin)
  4. VAT = t(Upah) + t(Marjin)

Dari keempat bentuk di atas, Indonesia menganut bentuk kedua, yaitu VAT = t(Output) – t(Input). Metode kedua tersebut dikenal dengan istilah credit method dan menjadikan faktur pajak sebagai bukti penting dari setiap transaksi. Metode tersebut menekankan bahwa seluruh output merupakan objek PPN. Dengan demikian, hanya barang atau jasa tertentu saja yang tidak terutang PPN.

Transaksi Tidak Dikenai PPN 

Terminologi “tidak dikenai PPN” digunakan untuk transaksi yang bukan merupakan objek pemungutan PPN sehingga atas penyerahan barang atau jasa tersebut tidak dikenai PPN. Daftar barang dan jasa yang tidak dikenai PPN diatur melalui Pasal 4A ayat (2) dan (3) UU PPN, sebagaimana dikutip di bawah ini.

“Pasal 4A
(2) Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai,
yakni barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

    1. dihapus;
    2. dihapus;
    3. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah; dan
    4. uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.”

(3) Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:

    1. dihapus;
    2. dihapus;
    3. dihapus;
    4. dihapus;
    5. dihapus;
    6. jasa keagamaan;
    7. dihapus;
    8. jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
    9. dihapus;
    10. dihapus;
    11. dihapus;
    12. jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
    13. jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang- undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain;
    14. jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
    15. dihapus;
    16. dihapus; dan
    17. jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.”

Apabila suatu barang atau jasa termasuk barang atau jasa yang tidak terutang PPN, PKP yang melakukan penyerahan barang atau jasa tersebut tidak memiliki kewajiban untuk membuat faktur ajak.

Transaksi PPN Dibebaskan

Sementara itu, istilah “pembebasan PPN” merujuk pada suatu barang atau jasa yang merupakan objek PPN dan terutang PPN, tetapi mendapatkan fasilitas dari pemerintah yaitu “PPN Dibebaskan”. Dengan demikian, tidak ada PPN yang dipungut (bebas) atas penyerahan barang atau jasa tersebut. Peraturan perpajakan yang mengatur hal ini adalah Pasal 16B ayat (1) dan (2) UU PPN, sebagaimana dikutip di bawah ini.

“Pasal 16B
(1) Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:

    1. kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
    2. penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
    3. impor Barang Kena Pajak tertentu;
    4. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan
    5. pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, diatur dengan Peraturan Pemerintah

(1a) Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak baik untuk sementara waktu maupun selamanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan terbatas untuk tujuan:

    1. mendorong ekspor dan hilirisasi industri yang merupakan prioritas nasional;
    2. menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi, konvensi internasional yang telah diratifikasi, serta kelaziman internasional lainnya;
    3. mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin dalam rangka program vaksinasi nasional;
    4. meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat;
    5. mendorong pembangunan tempat ibadah;
    6. menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri;
    7. mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi Barang Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk;
    8. membantu tersedianya Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam dan bencana nonalam yang ditetapkan sebagai bencana alam nasional dan bencana nonalam nasional;
    9. menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, yang perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi; dan/atau
    10. mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional, antara lain:
      1. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
      2. jasa pelayanan kesehatan medis tertentu dan yang berada dalam sistem program jaminan kesehatan nasional;
      3. jasa pelayanan sosial;
      4. jasa keuangan;
      5. jasa asuransi;
      6. jasa pendidikan;
      7. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri; dan
      8. jasa tenaga kerja.”

PPN Pajak Masukan Tidak Dapat Dikreditkan 

Pajak masukan atau t(input) atas transaksi yang tidak terutang PPN tidak dapat dikreditkan karena tidak ada pajak keluaran atau t(output) di dalam transaksi tersebut. Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 9 ayat (2) UU PPN dan dapat dilihat pada bagian penjelasan Pasal 9 ayat (5) UU PPN.

“Pasal 9

(2) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
(3) …
(4) …
(5) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak melakukan:

    1. penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahannya dapat dikreditkan; dan
    2. penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahannya tidak dapat dikreditkan dan/atau penyerahan yang tidak terutang pajak,

dalam hal bagian penyerahan yang terutang pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan merupakan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Penjelasan Pasal 9 ayat (5)

Yang dimaksud dengan “penyerahan yang terutang pajak” adalah penyerahan barang atau jasa yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Terdapat dua perlakuan Pajak Masukan atas penyerahan yang terutang pajak yaitu dapat dikreditkan atau tidak dapat dikreditkan.

Yang dimaksud dengan “penyerahan yang tidak terutang pajak” adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 16B. Pajak Masukan atas penyerahan yang tidak terutang pajak tidak dapat dikreditkan.“

Selanjutnya, terhadap perolehan barang atau jasa yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN, pajak masukannya tidak dapat dikreditkan. Hal ini juga selaras dengan konsep nilai tambah yang dianut Indonesia (VAT = t(Output) – t(Input)). Karena suatu transaksi tidak memiliki t(output) yaitu dibebaskan dari pengenaan PPN, maka t(input) dianggap tidak ada, sehingga tidak dapat dikreditkan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 16B ayat (3) UU PPN.

“Pasal 16

(3) Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan.”

Apabila suatu barang atau jasa termasuk barang atau jasa yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN, maka PKP yang melakukan penyerahan barang atau jasa tersebut tetap memiliki kewajiban untuk membuat faktur pajak. Secara administrasi, faktur pajak yang diterbitkan memiliki kode 08.

Dengan demikian, terminologi tidak terutang PPN dan dibebaskan PPN adalah istilah yang berbeda meskipun memiliki konsekuensi yang sama terhadap pengkreditan Pajak Masukannya. Berikut ini adalah rangkuman aspek pajak masukan atas penyerahan yang terutang dan tidak terutang PPN.

Penyerahan Terutang Tidak Terutang PPN

Demikian penjelasan yang dapat kami berikan, semoga cukup membantu permasalahan pajak Ibu Ida. Apabila Bapak/Ibu/Rekan-rekan memiliki pertanyaan lainnya terkait permasalahan pajak yang sedang dialami. Bapak/Ibu dapat menuliskan pertanyaan tersebut di kolom komentar. Terima kasih.

author avatar
Muhammad Akbar Aditama
Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute
See Full Bio
Share88Tweet55Send

DISCLAIMER

Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi pratamainstitute.com bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.

Previous Post

Bermain Golf Bersama Klien termasuk Biaya Entertainment?

Next Post

Cara Pemadanan NIK Menjadi NPWP

Related Posts

Pajak
Konsultasi

Apa Kewajiban Perpajakan Bagi Wajib Pajak di Sektor Jasa

6 hari ago
Pajak Marketplace
Konsultasi

Bagaimana mengkredit PPh pasal 22 pajak marketplace?

3 minggu ago
NPWP Suami Istri
Konsultasi

Suami-Istri Wajib Gabung NPWP?

3 minggu ago
Image by freepik
Konsultasi

Apakah hibah milik pendiri yayasan termasuk objek pajak?

2 bulan ago
ESG
Konsultasi

Bagaimana Menyusun Sustainability Report Dengan Standar GRI?

3 bulan ago
Jasa konstruksi
Konsultasi

Apakah Jasa Instalasi dan Bangunan dari Perseorangan Selalu Dikenakan PPh Pasal 23?

4 bulan ago

BACA JUGA

Ilustrasi ESG

Menjadikan ESG Pilar Strategi, Bukan Sekadar Formalitas

1 Agustus 2025
Pengembangan indikator keberlanjutan peternakan di Boyolali

Pengembangan Indikator Keberlanjutan Menggunakan Metode Delphi: Studi Kasus Peternakan Sapi Perah di Boyolali

1 Agustus 2025

Memahami PSPK 1 untuk Laporan Keberlanjutan

Apa Kewajiban Perpajakan Bagi Wajib Pajak di Sektor Jasa

Membangun Keseimbangan Hak dan Kewajiban Melalui Taxpayers’ Charter

Membongkar Mitos ESG

Apakah Sertifikasi ESG Menambah Nilai Perusahaan?

ESG sebagai Strategi Nilai Jangka Panjang

Tren Implementasi Laporan Keberlanjutan

Transisi dari ISAE 3000 ke ISSA 5000

Dua Konsultan Pajak PT Pratama Indomitra Konsultan Raih Juara Pertama dan Ketiga Pada Lomba Penyusunan Tax Opinion/Tax Memorandum Tingkat Nasional

Standar Pengungkapan Keberlanjutan Resmi Terbit

Penanganan Penurunan Nilai Aset Tetap Sesuai PSAK

Bagaimana mengkredit PPh pasal 22 pajak marketplace?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Picture of Muhammad Akbar Aditama

Muhammad Akbar Aditama

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1477 shares
    Share 591 Tweet 369
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    999 shares
    Share 400 Tweet 250
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    955 shares
    Share 382 Tweet 239
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    812 shares
    Share 325 Tweet 203
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    769 shares
    Share 308 Tweet 192
Next Post
NIK-NPWP

Cara Pemadanan NIK Menjadi NPWP

Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.

  • Pernyataan Penyangkalan / Disclaimer

Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.

Pada dasarnya Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia dan hubungan klien – konsultan pajak tidak terjadi. Untuk suatu nasihat yang dapat diterapkan pada kasus yang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang konsultan pajak yang kompeten.

Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id tidak dapat digugat maupun dituntut atas segala pernyataan, kekeliruan, ketidaktepatan atau kekurangan dalam setiap konten yang disampaikan dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id.

Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id berhak sepenuhnya mengubah judul dan/atau isi pertanyaan tanpa mengubah substansi dari hal-hal yang ditanyakan.

Artikel jawaban tertentu dari Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id mungkin sudah tidak sesuai/tidak relevan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Kami sarankan Anda untuk mengecek kembali dasar hukum yang digunakan di dalam artikel jawaban Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku.