Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Jumat, 13 Juni 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Keberatan dan Penghapusan Sanksi SKPKB

168
SHARES
2.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

PERTANYAAN

Saya ingin bertanya terkait penghapusan sanksi dan keberatan. Perusahaan kami diperiksa oleh KPP dan masih ada PPN yang belum dilapor, sehingga produk pemeriksaan berupa SKPKB. SKPKB tersebut mencakup nilai PPN Kurang Bayar serta STP atas sanksi denda Pasal 14 ayat (4) sebesar 1% dari DPP. Pertanyaan saya adalah:

  1. Apakah kita bisa mengajukan keberatan dan penghapusan sanksi Pasal 36 sekaligus? atau
  2. Apakah kita hanya dapat mengajukan keberatan saja?

Terima kasih.

  • Debi - Jakarta
Picture of Alifia Qhoiriyah

Alifia Qhoiriyah

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute
PERNYATAAN PENYANGKALAN
Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.
Baca Disclaimer
DISCLAIMER

Ringkasan Jawaban:

Wajib Pajak memiliki dua opsi sebagai upaya administratif yang dapat dilakukan terkait SKPKB yakni, pengajuan keberatan atau pengurangaan atau pembatalan SKPKB. Akan tetapi, kedua opsi tersebut tidak dapat dilakukan secara bersamaan, sehingga Wajib Pajak harus memilih salah satu dari dua opsi. Terkait dengan STP, Wajib pajak dapat melakukan penghapusan sanksi denda atau dengan melakukan pengurangan atau pembatalan STP yang dianggap tidak benar.

Pembahasan Lengkap

Terima kasih Ibu Debi atas pertanyaannya. Terkait Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atas kurang bayar PPN, Ibu dapat memilih mengajukan keberatan sesuai Pasal 25 UU UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU KUP”) atau melakukan pengurangaan atau pembatalan SKPKB sesuai Pasal 36 UU KUP.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 25 ayat (1) UU KUP bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas:

a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;

b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;

c) Surat Ketetapan Pajak Nihil;

d) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau

e) pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Perlu diingat bahwa apabila Wajib Pajak mengajukan keberatan, keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim SKPKB. Selain itu, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui dalam SPHP.

Selain keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangaan atau pembatalan SKPKB apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan hasil pemeriksaan. Di dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP, disebutkan bahwa:

“Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:

b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar.”

(Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP)

Apabila Wajib Pajak memilih untuk mengajukan keberatan, Wajib Pajak tidak dapat mengajukan pengurangaan atau pembatalan SKPKB sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP, begitupun sebaliknya. Hal ini karena pengajuan keberatan atas SKPKB dan pengurangaan atau pembatalan SKPKB tidak dapat dilakukan secara bersamaan.

Namun, lain halnya jika pengajuan keberatan Wajib Pajak atas SKPKB tersebut ditolak. Misalnya, Wajib Pajak terlambat memasukkan surat keberatan sehingga tidak terpenuhinya syarat formal pengajuan keberatan, Wajib Pajak masih dapat melakukan upaya pengurangaan atau pembatalan SKPKB sesuai Pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP.

Kemudian, terkait STP atas sanksi denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP hanya dapat dilakukan upaya yang terdapat pada Pasal 36 UU KUP dan tidak dapat diajukan keberatan. Wajib Pajak dapat memilih salah satu diantara 2 opsi di dalam Pasal 36 terkait STP. Dalam Pasal 36 ayat (1) UU KUP disebutkan:

“Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:

a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;

b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;

c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar; atau

d. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:

1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau

2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.”

(Pasal 36 ayat (1) UU KUP)

Wajib Pajak dapat memilih untuk menghapuskan sanksi denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP atau melakukan pengurangan atau pembatalan STP. Opsi pertama, Wajib pajak dapat melakukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa denda apabila sekiranya sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak sebagaimana disebutkan dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP.

Adapun opsi kedua yaitu, Wajib Pajak dapat melakukan pengurangan atau pembatalan STP yang dianggap tidak benar sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 36 ayat (1) huruf c UU KUP. Wajib Pajak hanya dapat memilih salah satu dari dua upaya tersebut terkait dengan STP.

Dengan demikian, Wajib Pajak memiliki dua opsi sebagai upaya administratif yang dapat dilakukan terkait SKPKB yakni, pengajuan keberatan atau pengurangaan atau pembatalan SKPKB. Akan tetapi, kedua opsi tersebut tidak dapat dilakukan secara bersamaan, sehingga Wajib Pajak harus memilih salah satu dari dua opsi. Terkait dengan STP, Wajib pajak dapat melakukan penghapusan sanksi denda atau dengan melakukan pengurangan atau pembatalan STP yang dianggap tidak benar.

Tags: KeberaatanPajak Pertambahan NilaiPenghapusan SanksiSKPKBSurat Tagihan Pajak
Share67Tweet42Send

DISCLAIMER

Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi pratamainstitute.com bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.

Previous Post

Terlambat Setor dan Lapor PPh atas Sewa, Berapa Sanksinya?

Next Post

Memperkuat Integritas dan Anti Korupsi di Kemenkeu

Related Posts

Image by freepik
Konsultasi

Apakah hibah milik pendiri yayasan termasuk objek pajak?

3 minggu ago
ESG
Konsultasi

Bagaimana Menyusun Sustainability Report Dengan Standar GRI?

1 bulan ago
Jasa konstruksi
Konsultasi

Apakah Jasa Instalasi dan Bangunan dari Perseorangan Selalu Dikenakan PPh Pasal 23?

3 bulan ago
Majalah online
Konsultasi

Aspek PPh dan PPN atas Transaksi Berlangganan Majalah Online dari Luar Negeri

3 bulan ago
Global Minimum Tax
Konsultasi

Bagaimana Penerapan GMT di Indonesia?

3 bulan ago
Akun CTAS
Konsultasi

Apakah Karyawan Level Staf Bisa Menjadi PIC Akun CTAS?

4 bulan ago

BACA JUGA

Sumber: Freepik

Menanti Panduan Pelatihan ESG Nasional

2 Juni 2025

Perpajakan Berkelanjutan di Era IFRS S1 dan S2

2 Juni 2025
Sumber: Freepik

Pajak untuk Pemerataan Literasi

30 Mei 2025

Menakar Efisiensi Pemungutan PPN melalui Cerminan Struktur Ekonomi Nasional

Peneliti PRINS Berbagi Perspektif Terkait Pajak Daerah dan Cukai MBDK

Merapor Fiskal Indonesia Kuartal 1 2025

Kendala Fiskal Usulan Pemekaran dan Keistimewaan Daerah

Kebijakan Pajak yang Lebih Progresif bagi Penyandang Disabilitas

Menakar Intensifikasi SP2DK di Era CTAS

Diskursus: Apakah Kebijakan Tax Amnesty Bersifat Ekses?

Briefing ASRRAT 2025 Tegaskan Kriteria Baru

Peneliti PRINS Berbagi Pandangan terkait Optimalisasi Pajak Hiburan

Menimbang Insentif Fiskal Pajak Hiburan

Krisis Iklim Adalah Cermin Moral di Tengah Kapitalisme Hijau

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Picture of Alifia Qhoiriyah

Alifia Qhoiriyah

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1468 shares
    Share 587 Tweet 367
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    950 shares
    Share 380 Tweet 238
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    924 shares
    Share 370 Tweet 231
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    771 shares
    Share 308 Tweet 193
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    733 shares
    Share 293 Tweet 183
Next Post
korupsi

Memperkuat Integritas dan Anti Korupsi di Kemenkeu

Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.

  • Pernyataan Penyangkalan / Disclaimer

Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.

Pada dasarnya Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia dan hubungan klien – konsultan pajak tidak terjadi. Untuk suatu nasihat yang dapat diterapkan pada kasus yang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang konsultan pajak yang kompeten.

Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id tidak dapat digugat maupun dituntut atas segala pernyataan, kekeliruan, ketidaktepatan atau kekurangan dalam setiap konten yang disampaikan dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id.

Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id berhak sepenuhnya mengubah judul dan/atau isi pertanyaan tanpa mengubah substansi dari hal-hal yang ditanyakan.

Artikel jawaban tertentu dari Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id mungkin sudah tidak sesuai/tidak relevan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Kami sarankan Anda untuk mengecek kembali dasar hukum yang digunakan di dalam artikel jawaban Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku.