Ringkasan Jawaban
Kewajiban melaporkan SPT Tahunan PPh orang pribadi masih ada sepanjang NPWP belum dihapuskan dan Wajib Pajak yang bersangkutan tidak mengajukan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk mengubah status perpajakannya menjadi WP Non-Efektif. Sesuai ketentuan, WNI yang telah berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun pajak berubah menjadi Subjek Pajak Luar Negeri dan tidak ada kewajiban untuk membayar pajak di Indonesia, namun tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dengan status nihil. Dalam hal status kewarganegaraan telah dilepaskan, sehingga tidak lagi berstatus sebagai WNI. Menurut kami, perlu ada upaya untuk menghapuskan NPWP terlebih dahulu (exit tax), namun informasi lebih lanjut dapat dikonsultasikan kembali dengan pihak KPP terdaftar.
Pembahasan Lengkap
Terima kasih Ibu Dian atas pertanyaannya. Ketentuan perpajakan di Indonesia menyebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi, badan, dan bentuk usaha tetap. Kemudian, subjek pajak sendiri dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Ketentuan mengenai subjek pajak dalam negeri diatur di dalam Pasal 2 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU PPh”) sebagai berikut:
“Subjek pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi, baik yang merupakan Warga Negara Indonesia maupun warga negara asing yang:
1. bertempat tinggal di Indonesia;
2. berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau
3. dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.”
(Pasal 2 ayat (3) UU PPh)
Sementara, ketentuan mengenai subjek pajak luar negeri diatur di dalam Pasal 2 ayat (4) UU PPh yang berbunyi:
“Subjek pajak luar negeri adalah:
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
b. warga negara asing yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
c. Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan serta memenuhi persyaratan:
1. tempat tinggal;
2. pusat kegiatan utama;
3. tempat menjalankan kebiasan;
4. status subjek pajak; dan/atau
5. persyaratan tertentu lainnya
yang ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan; dan
d. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia atau yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.”
Dari ketentuan tersebut diketahui bahwa WNI yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dapat dikategorikan sebagai subjek pajak luar negeri selama memenuhi syarat-syarat yang terdapat pada Pasal 2 ayat (4) huruf c UU PPh. Dari kasus Ibu Dian, orang tua Ibu Dian telah berada di luar negeri selama 2 tahun yang artinya telah memenuhi ketentuan “yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan”. Dengan demikian, orang tua Ibu Dian telah menjadi Subjek Pajak Luar Negeri dan tidak lagi dikenakan pajak di Indonesia.
Namun, apabila orang tua Ibu Dian masih memiliki NPWP di Indonesia, mereka masih tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT PPh Orang Pribadi Nihil. Untuk terbebas dari kewajiban melaporkan SPT, mereka harus mencabut NPWP. Ketentuan pencabutan NPWP diatur di dalam Pasal 2 ayat (6) UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU KUP”).
“Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila:
a. diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan/atau ahli warisnya apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
b. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha;
c. Wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
d. dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
(Pasal 2 ayat (6) UU KUP)
Wajib Pajak dapat menghapuskan NPWP apabila sudah tidak memenuhi persyaratan formal dan material. Apabila orang tua Ibu Dian tidak lagi mendapatkan penghasilan yang bersumber dari Indonesia, mereka dapat melakukan permohonan penghapusan NPWP sesuai ketentuan diatas. Dengan dihapusnya NPWP, hak dan kewajiban perpajakan pun turut dihapuskan.