Ringkasan Jawaban
Dalam ketentuan pajak atas transaksi afiliasi yang terjadi di Indonesia, DJP telah memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melakukan penentuan harga transfer (transfer pricing) di awal sebelum terjadinya transaksi, yaitu dengan adanya Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA). APA merupakan kesepakatan penerapan metode harga transfer yang dibuat di muka oleh perusahaan multinasional dengan satu atau lebih otoritas pajak suatu negara. Untuk dapat melakukan APA, Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan APA kepada DJP dan memenuhi persyaratan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 22/PMK.03/2020.
Pembahasan Lengkap
Terima kasih Bapak Amres atas pertanyaannya. Di dalam ketentuan pajak atas transaksi afiliasi yang terjadi di Indonesia, Menteri Keuangan melalui DJP telah memberikan kesempatan bagi Wajib Pajak untuk melakukan penentuan harga transfer (transfer pricing) di awal sebelum terjadinya transaksi. Penentuan harga transfer yang dilakukan sebelum terjadinya transaksi diantara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa disebut juga dengan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA).
Menurut OECD Guidelines, APA merupakan suatu pendekatan administratif yang dilakukan untuk mencegah timbulnya sengketa harga transfer yang dilakukan berdasarkan kriteria yang sesuai untuk menerapkan prinsip kewajaran pada transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa, sebelum transaksi tersebut terjadi. Dengan kata lain, APA merupakan kesepakatan penerapan metode harga transfer yang dibuat di muka oleh perusahaan multinasional dengan satu atau lebih otoritas pajak suatu negara. APA dilakukan untuk mengurangi terjadinya praktik penyalahgunaan transfer pricing oleh perusahaan multinasional.
APA di Indonesia diatur dalam Pasal 18 ayat (3A) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang berbunyi:
“Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir.”
(Pasal 18 ayat (3A) UU PPh)
Untuk dapat melakukan APA, Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan APA kepada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) PMK-22/2020. Persyaratan dalam mengajukan permohonan APA diatur secara rinci dalam Pasal 5 ayat (3) PMK-22/2020. Dalam Pasal 6 ayat (1) PMK-22/2020 setelah Wajib Pajak mengajukan permohonan, DJP akan melakukan penelitian terhadap kelengkapan pemenuhan persyaratan pengajuan permohonan APA dan pemenuhan ketentuan Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan APA yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) PMK-22/2020.
Dalan jangka waktu 1 bulan setelah tanggal bukti penerimaan permohonan APA, DJP akan menerbitkan pemberitahuan tertulis dapat atau tidak dapat ditindaklanjutinya permohonan APA kepada Wajib Pajak maupun kepada Pejabat Berwenang Mitra P3B (dalam hal permohonan APA Bilateral). Jika permohonan APA ditindaklanjuti oleh DJP, Wajib Pajak harus menyampaikan kelengkapan permohonan APA secara langsung kepada DJP. APA di dalam penjelasan Pasal 18 ayat (3A) didefinisikan sebagai kesepakatan antara Wajib Pajak dan DJP mengenai harga jual wajar produk yang dihasilkan Wajib Pajak kepada pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related parties) dengan Wajib Pajak tersebut.
APA dapat mencakup seluruh atau sebagian transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, antara lain harga jual produk yang dihasilkan, jumlah royalti dan lain-lain, tergantung pada kesepakatan. APA dapat bersifat unilateral, yaitu merupakan kesepakatan antara Direktur Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak atau bilateral, yaitu kesepakatan Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas perpajakan negara lain yang menyangkut Wajib Pajak yang berada di wilayah yurisdiksinya. Ketentuan mengenai APA diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 22/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) (“PMK-22/2020”).
DJP akan melakukukan pengujian material atas permohonan APA yang memenuhi kelengkapan dengan menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha. Setelah dilakukan pengujian material, DJP akan melakukan perundingan APA baik dengan Wajib Pajak (dalam hal APA Unilateral) ataupun dengan Pejabat Berwenang Mitra P3B (dalam hal APA Bilateral). Hasil perundingan APA dapat berupa kesepakatan atau ketidaksepakatan atas kriteria-kriteria dalam Penentuan Harga Transfer dan Penentuan Harga Transfer dimuka. Ketentuan mengenai APA secara lebih rinci dapat dilihat dalam PMK-22/2020.
Dengan demikian, terkait dengan transaksi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa sejatinya telah diatur dengan mekanisme Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA). Keuntungan dari APA selain memberikan kepastian hukum dan kemudahan penghitungan pajak, DJP tidak perlu melakukan koreksi atas harga jual dan keuntungan produk yang dijual Wajib Pajak kepada perusahaan afiliasinya. Namun, memang terjadinya sengketa pajak tidak dapat dihindari. Sengketa pajak dalam penggunaan mekanisme APA terjadi sebelum dilakukannya transaksi atau ketika proses negosiasi antara Wajib Pajak dengan DJP.
Selain itu, APA juga memiliki kelemahan yaitu dalam proses permohonan sampai dengan diterbitkannya kesepakatan yang dapat memakan waktu lebih dari 2 tahun. Namun, penerapan APA dinilai lebih baik karena dapat menghindari sengketa pajak pasca terjadinya transaksi afiliasi yang dinilai tidak mudah diselesaikan baik dengan mekanisme corresponding adjustment maupun melalui mutual agreement procedure (MAP).