Ringkasan Jawaban:
Pengaturan tentang kompensasi kerugian fiskal ke SPT tahun berikutnya, merujuk pada pasal 6 ayat (2) UU PPh. Kompensasi kerugian fiskal merupakan suatu skema ganti rugi baik yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, maupun Wajib Pajak Badan, yang dalam pembukuannya mengalami kerugian. Kompensasi kerugian yang dialami Wajib Pajak akan menutup kerugian di tahun sebelumnya dengan laba di tahun-tahun berikutnya. Kerugian dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal dalam waktu 5 tahun ke depan secara berturut-turut yang dimulai sejak tahun berikutnya setelah tahun kerugian tersebut terjadi.
Pembahasan Lengkap:
Terima kasih Bu Erna atas pertanyaannya. Kebijakan kompensasi kerugian fiskal mengacu pada pendekatan akuntansi. Perusahaan dalam kondisi going concern, sementara laporan laba ruginya harus menggunakan cut off berdasarkan periode akuntansi. Pajak pun akhirnya menggunakan pendekatan yang sama dengan akuntansi sehingga muncul “tahun pajak”. Tahun Pajak mengadopsi periode akuntansi dan terdapat tahun buku.
Sementara itu, biaya-biaya menurut pajak mengacu pada konsep matching cost against revenue. Artinya, biaya boleh dibebankan selama selaras dengan penghasilannya. Pada kenyataannya biaya-biaya ini tidak selalu selaras dengan pengakuan penghasilan. Sebagai contoh, terdapat biaya promosi terjadi di tahun pajak 2021, tapi penghasilannya baru diakui pada tahun 2022. Dari sinilah muncul kebijakan kompensasi kerugian fiskal.
Kompensasi kerugian fiskal merupakan suatu skema ganti rugi baik yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, maupun Wajib Pajak Badan, yang dalam pembukuannya mengalami kerugian. Kompensasi kerugian ini akan menutup kerugian di tahun sebelumnya dengan laba di tahun-tahun berikutnya. Dengan demikian, di tahun-tahun pajak yang akan datang Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang akan menjadi lebih kecil atau bahkan tidak ada pajak terutang sama sekali.
Kompensasi kerugian fiskal diatur dalam Pasal 6 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU PPh”) yang berbunyi:
“Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.”
(Pasal 6 ayat (2) UU PPh)
Kerugian dapat dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal dalam waktu 5 tahun ke depan secara berturut-turut yang dimulai sejak tahun berikutnya setelah tahun kerugian tersebut terjadi. Apabila perusahaan masih memiliki kerugian yang tersisa setelah jangka waktu 5 tahun tersebut, kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan lagi.
Dalam melakukan kompensasi kerugian fiskal, terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan, yaitu sbb.:
- Kerugian yang dapat dikompensasikan adalah kerugian fiskal berdasarkan ketetapan pajak yang telah diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak maupun kerugian fiskal berdasarkan SPT Tahunan Wajib Pajak dalam hal tidak ada atau belum diterbitkan ketetapan pajak oleh Direktur Jenderal Pajak, bukan kerugian komersial menurut akuntansi.
- Kompensasi kerugian fiskal hanya berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan yang melakukan pembukuan.
- Kerugian yang ditimbulkan di luar negeri tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan dari dalam negeri.
- Kompensasi kerugian fiskal tidak berlaku bagi kerugian fiskal yang berasal dari penghasilan yang dikenakan PPh final, penghasilan yang menggunakan norma penghitungan, atau penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak.”
Contoh perhitungan kompensasi kerugian fiskal berdasarkan penjelasan Pasal 6 ayat (2) UU PPh:
PT A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000. Dalam 5 tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A sebagai berikut :
2010: laba fiskal Rp200.000.000
2011: rugi fiskal (Rp300.000.000)
2012: laba fiskal Rp N I H I L
2013: laba fiskal Rp100.000.000
2014: laba fiskal Rp800.000.000
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp 100.000.000 yang masih tersisa pada akhir tahun 2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun 2016.
Demikian jawaban kami atas pertanyaan Bu Erna tentang kompensasi kerugian fiskal ke SPT tahun berikutnya.