Ringkasan Jawaban
Surat Setoran Elektronik (SSE) memiliki fungsi dan substansi yang sama dengan Surat Setoran Pajak (SSP). SSP sendiri merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Untuk dapat mengkreditkan Pajak Masukan dalam sebuah faktur pajak, faktur pajak harus memenuhi persyaratan Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU PPN. Dengan kata lain, SSE yang penerbitannya tidak memenuhi syarat faktur pajak dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU PPN, Pajak Masukan dalam SSE tersebut tidak dapat dikreditkan.
Pembahasan Lengkap
Terima kasih Bapak Ricko atas pertanyaannya. Seperti yang telah kita ketahui bahwa Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak hanya dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d. UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU PPN”). Artinya, Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan apabila Faktur Pajaknya tidak memenuhi persyaratan Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU PPN.
Dalam hal transaksi jasa luar negeri, bukti pembayaran PPN ke kas negara berupa Surat Setoran Pajak (SSP) atau Surat Setoran Elektronik (SSE). SSE memiliki fungsi dan substansi yang sama dengan SSP. Sementara, SSP merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. Ketentuan pembuatan SSP PPN Jasa Luar Negeri diatur di dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan No. 40/PMK.03/2010 (“PMK-03/2010”).
“Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan Surat Setoran Pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, dengan ketentuan pengisian sebagai berikut:
a. pada kolom “Nama WP” dan “Alamat WP” diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean.
b. pada kolom “NPWP” diisi dengan angka 0 (nol), kecuali kode Kantor Pelayanan Pajak diisi dengan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak.
c. pada kotak “Wajib Pajak/Penyetor” diisi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak.”
(Pasal 6 ayat (2) PMK-03/2010)
Sementara itu, Bapak Ricko menyatakan bahwa telah membuat SSE dengan menggunakan NPWP perusahaan sendiri, bukan NPWP vendor yang berada di luar daerah pabean Indonesia. Artinya, ketentuan dalam Pasal 6 ayat (2) tidak terpenuhi sehingga SSE sebagai dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak dianggap batal.
Kemudian, dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f UU PPN dijelaskan bahwa pengkreditan Pajak Masukan tidak berlaku atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9).
“Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;”
(Pasal 9 ayat (8) huruf f UU PPN)
Ketentuan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan pengkreditan pajak masukan disebutkan dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN yang berbunyi:
“Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b. identitas pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang meliputi:
1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor induk kependudukan atau nomor paspor bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
2. nama dan alamat, dalam hal pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak merupakan subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan;
c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
(Pasal 13 ayat (5) UU PPN)
Sementara, dalam Pasal 13 ayat (9) UU PPN disebutkan Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material. Dengan demikian, ketika terdapat kesalahan dalam penulisan dianggap sebagai salah satu kesalahan formal. Akibatnya Pajak Masukan yang berasal dari Faktur Pajak berupa SSE tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluarannya.