Ringkasan Jawaban
Pembahasan Lengkap
Terima kasih Bapak Yudi atas pertanyaannya. Perusahaan pada umumnya memberikan imbalan gaji atau tunjangan dalam bentuk uang atau disebut juga sebagai benefit in cash. Namun, tak jarang perusahaan memberikan imbalan atau tunjangan dalam bentuk barang atau fasilitas tertentu yang disebut juga dengan natura atau kenikmatan (benefit in kind).
Berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE – 03/PJ.23/1984, kenikmatan dalam bentuk natura merupakan setiap balas jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan, atau karyawati dan atau keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja. Dijelaskan pula dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf a UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d. UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang dimaksud dengan “imbalan dalam bentuk natura” adalah imbalan dalam bentuk barang selain uang, sedangkan “imbalan dalam bentuk kenikmatan” adalah imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan.
Ketentuan perpajakan atas natura atau kenikmatan mengalami perubahan di dalam UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Sebelumnya, natura atau kenikmatan merupakan imbalan yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU PPh s.t.d.t.d. UU Cipta Kerja”)
“Pasal 4
(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;”
– Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh s.t.d.t.d. UU Cipta Kerja
Biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk karyawan yang sifatnya natura atau kenikmatan semula juga tidak dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi perusahaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh s.t.d.t.d. UU Cipta Kerja.
“Pasal 9
(1) Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:
e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;”
– Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh s.t.d.t.d. UU Cipta Kerja
Dengan dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, ketentuan pajak atas natura atau kenikmatan mengalami perubahan. Imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan di dalam UU HPP merupakan salah satu objek Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU PPh s.t.d.t.d. UU HPP”) sbb.:
“Pasal 4
(1) Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;”
– Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh s.t.d.t.d. UU HPP
Dengan ini, maka imbalan baik dalam bentuk uang (benefit in cash) maupun dalam bentuk lain seperti barang atau fasilitas yang termasuk natura atau kenikmatan (benefit in kind) merupakan objek pajak yang dikenakan PPh bagi Wajib Pajak yang menerimanya. Sebagai contoh, perusahaan memberikan tunjangan hari raya dalam bentuk uang tunai dan voucher tiket pesawat bagi pegawainya yang ingin pulang kampung. Keduanya merupakan objek Pajak Penghasilan bagi pegawai sehingga akan dikenakan PPh Pasal 21.
Biaya yang dikeluarkan perusahaan atas pemberian imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan kepada pegawai juga dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi perusahaan. Hal ini diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf n UU PPh s.t.d.t.d UU HPP sbb.:
“Pasal 6
(1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
n. biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.”
– Pasal 6 ayat (1) huruf n UU PPh s.t.d.t.d UU HPP
Namun, tidak semua natura atau kenikmatan merupakan objek Pajak Penghasilan. Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh s.t.d.t.d UU HPP mengatur bahwasannya terdapat 5 jenis natura atau kenikmatan yang dikecualikan sebagai objek pajak yaitu sbb.:
“Pasal 4
(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan, meliputi:
1. makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai;
2. natura dan/ atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
3. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
4. natura dan/ atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; atau
5. natura dan/ atau kenikmatan dengan jenis dan/ atau batasan tertentu;”
– Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh s.t.d.t.d UU HPP
Ketentuan natura atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak tersebut akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksana.
Kesimpulannya, ketentuan pajak saat ini mengatur bahwa seluruh jenis penghasilan dalam bentuk natura atau kenikmatan merupakan objek pajak bagi penerima penghasilan, kecuali natura atau kenikmatan yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh s.t.d.t.d. UU HPP. Biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam rangka pemberian imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan ini pun dapat dibebankan sebagai pengurang dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi perusahaan.