Jawaban Singkat:
Terima kasih Ibu Emma atas pertanyaannya. Melakukan penggabungan NPWP suami-istri sesuai dengan preferensi dari keluarga masing-masing. Namun, apabila istri memperoleh penghasilan dari satu pemberi kerja, kami menyarankan untuk melakukan penggabungan NPWP. Alasannya adalah sistem coretax saat ini kemungkinan dapat mengidentifikasi status Ibu yang telah menikah dan memiliki NPWP sendiri sehingga “dipaksa” untuk menghitung pajak tahunan menggunakan perhitungan proporsional PH-MT (Pisah Harta – Memilih Terpisah). Perhitungan proporsi PH-MT tersebut dapat menimbulkan kurang bayar pada saat perhitungan pajak terutang tahunan. Jadi, untuk meminimalisasi risiko munculnya kurang bayar, sebaiknya Ibu menggabungkan NPWP Ibu dengan suami sehingga dapat melaporkan penghasilan ibu sebagai penghasilan final di SPT PPh Tahunan suami.
Jawaban Lengkap:
Secara prinsip, sistem perpajakan Indonesia memberikan kebebasan kepada pasangan suami-istri untuk menentukan bagaimana mereka ingin mengelola kewajiban perpajakannya. Terdapat tiga skema utama:
-
Penggabungan NPWP ke dalam NPWP suami (istri tidak memiliki NPWP terpisah),
-
Pisah Harta dan Penghasilan (PH), yaitu kondisi apabila dalam perkawinan suami dan istri mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis , atau
-
Memilih Terpisah (MT), yaitu istri menyampaikan surat pernyataan menghendaki menjalankan kewajiban perpajakan secara terpisah.
Status PH-MT akan menyebabkan istri memiliki NPWP dan kewajiban pajak terpisah dari suami. Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 8 ayat (2) UU PPh sebagaimana dikutip di bawah ini, perhitungan pajak suami-istri yang memilih PH/MT dihitung secara proporsional.
Pasal 8 ayat (3) UU PPh
Penghasilan neto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.
Sebelum implementasi sistem Coretax, NPWP istri yang terpisah dari suami belum secara otomatis teridentifikasi oleh sistem administrasi perpajakan sebagai bagian dari satu unit keluarga. Akibatnya, kebanyakan Wajib Pajak belum menerapkan penghitungan proporsional PH-MT sebagaimana diatur di Pasal 8 ayat (3) UU PPh. Dengan kata lain, sistem lama cenderung memperlakukan istri sebagai wajib pajak individu tanpa keterkaitan dengan status pernikahan, sehingga tidak langsung dikenakan skema PH-MT.
Melalui pemadanan data kependudukan, sistem coretax kini digadang-gadang dapat mengidentifikasi suami-istri sebagai satu unit keluarga, meskipun masing-masing memiliki NPWP terpisah. Dalam kondisi seperti ini, sistem akan secara otomatis mengklasifikasikan pasangan tersebut ke dalam skema PH-MT. Konsekuensinya, sistem akan memberlakukan perhitungan proporsional berdasarkan besaran penghasilan bruto suami dan istri, yang sering kali berujung pada timbulnya kurang bayar, terutama bagi istri yang merasa penghasilannya telah sepenuhnya dipotong PPh 21 oleh pemberi kerja.
Berikut ilustrasi perhitungannya:
Komponen | Suami | Istri |
---|---|---|
Status | Memiliki NPWP | Memiliki NPWP |
Status Perkawinan | Menikah (tanpa perjanjian pisah harta) | Menikah (tanpa perjanjian pisah harta) |
Penghasilan Neto Setahun | Rp300.000.000 | Rp120.000.000 |
Pemotongan PPh Pasal 21 Tahun Berjalan (ilustrasi) | Rp 28.875.000 | Rp 3.900.000 |
Tanggungan | 2 anak |
Langkah | Nilai |
---|---|
Penghasilan Neto Gabungan | Rp420.000.000 |
Dikurangi PTKP K/I/2 | Rp121.500.000 |
Penghasilan Kena Pajak (PKP) | Rp298.500.000 |
Lapisan Tarif | |
Rp60 juta × 5% | Rp3.000.000 |
Rp190 juta × 15% | Rp28.500.000 |
Rp48,5 juta × 25% | Rp12.125.000 |
Total PPh Terutang Gabungan | Rp43.625.000 |
Komponen | Suami (71,43%) | Istri (28,57%) | Total |
---|---|---|---|
Proporsi dari PPh Terutang | Rp31.157.000 | Rp12.468.000 | Rp43.625.000 |
Dikurangi PPh 21 yang Sudah Dipotong | (Rp28.875.000) | (Rp3.900.000) | (Rp 32.775.000) |
Kurang Bayar | Rp2.282.000 | Rp8.568.000 | Rp10.850.000 |
Sementara itu, jika istri memilih digabung dengan suami. Perhitungan PPh Tahunan Suami adalah sebesar Rp 28.875.000 dan tidak terdapat kurang bayar PPh karena sudah dipotong PPh Pasal 21. Penghasilan dan pemotongan PPh 21 istri tidak diperhitungkan lagi di SPT suami karena dianggap sebagai penghasilan yang dikenakan final.
Berdasarkan ilustrasi di atas, terlihat bahwa perhitungan pajak dengan skema PH-MT kerap menimbulkan posisi kurang bayar bagi suami dan istri, karena harus menghitung ulang total penghasilan kena pajak secara gabungan lalu membagi pajak terutang berdasarkan proporsi penghasilan bruto masing-masing. Hal ini berbeda dengan skema NPWP gabungan, yaitu penghasilan istri yang berasal dari satu pemberi kerja dapat dianggap final dan dilaporkan dalam SPT suami, sehingga potensi adanya risiko kurang bayar menjadi lebih kecil.
Meski demikian, keputusan ini sebaiknya tidak diambil begitu saja. Dalam hal ini, Ibu tetap disarankan untuk terlebih dahulu melakukan simulasi perhitungannya, baik dalam skema terpisah maupun gabungan, guna melihat mana yang paling efisien dan minim risiko. Namun, jika Ibu hanya menerima penghasilan dari satu pemberi kerja dan telah dipotong PPh 21, sebaiknya Ibu menggabungkan NPWP Ibu dengan suami. Berikut tata cara penggabungan NPWP Ibu dengan suami melalui Coretax, dengan tahapan sebagai berikut:
- Log in ke akun Coretax;
- Klik “Portal Saya” di dashboard;
- Masuk ke “Perubahan Status”, pilih “Penetapan Wajib Pajak Non-aktif”;
- Pada bagian “Alasan penetapan nonaktif”, pilih “Wajib Pajak Orang Pribadi wanita kawin yang sebelumnya aktif (OP, HB, PH, MT) yang kemudian memilih menggabungkan penghitungan pajak dengan suami”;
- Unggah file lampiran pendukung, disarankan untuk mengunggah dokumen Kartu Keluarga; dan
- Simpan.
Setelah permohonan diajukan, kami sarankan untuk mengecek secara berkala Data Unit Keluarga (DUK) di akun Coretax suami Ibu. Apabila identitas Ibu sudah masuk ke DUK suami, artinya penggabungan NPWP Ibu dan suami telah sukses. Demikian semoga membantu.