Ringkasan jawaban
Terminologi tidak terutang PPN dan dibebaskan PPN adalah istilah yang berbeda meskipun memiliki konsekuensi yang sama terhadap pengkreditan Pajak Masukannya, yaitu sama-sama tidak dapat dikreditkan. Tidak terutang PPN terdiri atas dua kondisi yaitu tidak dikenai PPN dan dibebaskan dari pengenaan PPN. Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia terkait dengan metode nilai tambah yaitu VAT = t(Output) – t(Input). Setiap pajak keluaran disandingkan dengan pajak masukan, sehingga apabila tidak ada t(output) atau pajak keluaran maka t(input) atau pajak masukan tidak dapat dikreditkan.
Pembahasan lengkap
Terima kasih Bu Ida atas pertanyaannya mengenai terminologi di dalam ketentuan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) Indonesia. Istilah “tidak terutang PPN” dan “pembebasan PPN” sekilas seperti memiliki makna yang sama. Akan tetapi, kedua istilah ini nyatanya memiliki makna yang berbeda sehingga penting untuk kita memahami lebih lanjut mengenai perbedaan keduanya.
Istilah “tidak terutang” ada pada penjelasan Pasal 9 ayat (5) Undang-undang No. 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 7 tahun 2021 (“UU PPN“), sebagaimana dikutip berikut ini. Dari aturan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa transaksi yang tidak terutang PPN terdiri dari dua kondisi yaitu tidak dikenai PPN dan dibebaskan dari pengenaan PPN.
“Penjelasan Pasal 9
(5) …..
Yang dimaksud dengan “penyerahan yang tidak terutang pajak” adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 16B. Pajak Masukan atas penyerahan yang tidak terutang pajak tidak dapat dikreditkan.”
Konsep PPN Indonesia
Konsep PPN di Indonesia sangat terkait dengan konsep nilai tambah (value added). Menurut Tait (1988), konsep nilai tambah dibagi menjadi empat format di bawah ini (jika t adalah pajak):
- VAT = t(Output – Input)
- VAT = t(Output) – t(Input)
- VAT = t(Upah + Marjin)
- VAT = t(Upah) + t(Marjin)
Dari keempat bentuk di atas, Indonesia menganut bentuk kedua, yaitu VAT = t(Output) – t(Input). Metode kedua tersebut dikenal dengan istilah credit method dan menjadikan faktur pajak sebagai bukti penting dari setiap transaksi. Metode tersebut menekankan bahwa seluruh output merupakan objek PPN. Dengan demikian, hanya barang atau jasa tertentu saja yang tidak terutang PPN.
Transaksi Tidak Dikenai PPN
Terminologi “tidak dikenai PPN” digunakan untuk transaksi yang bukan merupakan objek pemungutan PPN sehingga atas penyerahan barang atau jasa tersebut tidak dikenai PPN. Daftar barang dan jasa yang tidak dikenai PPN diatur melalui Pasal 4A ayat (2) dan (3) UU PPN, sebagaimana dikutip di bawah ini.
“Pasal 4A
(2) Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, yakni barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
-
- dihapus;
- dihapus;
- makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah; dan
- uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga.”
(3) Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai yakni jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
-
- dihapus;
- dihapus;
- dihapus;
- dihapus;
- dihapus;
- jasa keagamaan;
- dihapus;
- jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
- dihapus;
- dihapus;
- dihapus;
- jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan ruangan di hotel yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
- jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi semua jenis jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang- undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain;
- jasa penyediaan tempat parkir, meliputi jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir atau pengusaha pengelola tempat parkir kepada pengguna tempat parkir yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah;
- dihapus;
- dihapus; dan
- jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.”
Apabila suatu barang atau jasa termasuk barang atau jasa yang tidak terutang PPN, PKP yang melakukan penyerahan barang atau jasa tersebut tidak memiliki kewajiban untuk membuat faktur ajak.
Transaksi PPN Dibebaskan
Sementara itu, istilah “pembebasan PPN” merujuk pada suatu barang atau jasa yang merupakan objek PPN dan terutang PPN, tetapi mendapatkan fasilitas dari pemerintah yaitu “PPN Dibebaskan”. Dengan demikian, tidak ada PPN yang dipungut (bebas) atas penyerahan barang atau jasa tersebut. Peraturan perpajakan yang mengatur hal ini adalah Pasal 16B ayat (1) dan (2) UU PPN, sebagaimana dikutip di bawah ini.
“Pasal 16B
(1) Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya, atau dibebaskan dari pengenaan pajak, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:
-
- kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
- penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
- impor Barang Kena Pajak tertentu;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; dan
- pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, diatur dengan Peraturan Pemerintah
(1a) Pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak baik untuk sementara waktu maupun selamanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan terbatas untuk tujuan:
-
- mendorong ekspor dan hilirisasi industri yang merupakan prioritas nasional;
- menampung kemungkinan perjanjian dengan negara lain dalam bidang perdagangan dan investasi, konvensi internasional yang telah diratifikasi, serta kelaziman internasional lainnya;
- mendorong peningkatan kesehatan masyarakat melalui pengadaan vaksin dalam rangka program vaksinasi nasional;
- meningkatkan pendidikan dan kecerdasan bangsa dengan membantu tersedianya buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku pelajaran agama dengan harga yang relatif terjangkau masyarakat;
- mendorong pembangunan tempat ibadah;
- menjamin terlaksananya proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri;
- mengakomodasi kelaziman internasional dalam importasi Barang Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk;
- membantu tersedianya Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diperlukan dalam rangka penanganan bencana alam dan bencana nonalam yang ditetapkan sebagai bencana alam nasional dan bencana nonalam nasional;
- menjamin tersedianya angkutan umum di udara untuk mendorong kelancaran perpindahan arus barang dan orang di daerah tertentu yang tidak tersedia sarana transportasi lainnya yang memadai, yang perbandingan antara volume barang dan orang yang harus dipindahkan dengan sarana transportasi yang tersedia sangat tinggi; dan/atau
- mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional, antara lain:
-
-
- barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
- jasa pelayanan kesehatan medis tertentu dan yang berada dalam sistem program jaminan kesehatan nasional;
- jasa pelayanan sosial;
- jasa keuangan;
- jasa asuransi;
- jasa pendidikan;
- jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri; dan
- jasa tenaga kerja.”
-
PPN Pajak Masukan Tidak Dapat Dikreditkan
Pajak masukan atau t(input) atas transaksi yang tidak terutang PPN tidak dapat dikreditkan karena tidak ada pajak keluaran atau t(output) di dalam transaksi tersebut. Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 9 ayat (2) UU PPN dan dapat dilihat pada bagian penjelasan Pasal 9 ayat (5) UU PPN.
“Pasal 9
(2) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
(3) …
(4) …
(5) Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak melakukan:
-
- penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahannya dapat dikreditkan; dan
- penyerahan yang terutang pajak dan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahannya tidak dapat dikreditkan dan/atau penyerahan yang tidak terutang pajak,
dalam hal bagian penyerahan yang terutang pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan merupakan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Penjelasan Pasal 9 ayat (5)
Yang dimaksud dengan “penyerahan yang terutang pajak” adalah penyerahan barang atau jasa yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Terdapat dua perlakuan Pajak Masukan atas penyerahan yang terutang pajak yaitu dapat dikreditkan atau tidak dapat dikreditkan.
Yang dimaksud dengan “penyerahan yang tidak terutang pajak” adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam pasal 16B. Pajak Masukan atas penyerahan yang tidak terutang pajak tidak dapat dikreditkan.“
Selanjutnya, terhadap perolehan barang atau jasa yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN, pajak masukannya tidak dapat dikreditkan. Hal ini juga selaras dengan konsep nilai tambah yang dianut Indonesia (VAT = t(Output) – t(Input)). Karena suatu transaksi tidak memiliki t(output) yaitu dibebaskan dari pengenaan PPN, maka t(input) dianggap tidak ada, sehingga tidak dapat dikreditkan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 16B ayat (3) UU PPN.
“Pasal 16
(3) Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan.”
Apabila suatu barang atau jasa termasuk barang atau jasa yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN, maka PKP yang melakukan penyerahan barang atau jasa tersebut tetap memiliki kewajiban untuk membuat faktur pajak. Secara administrasi, faktur pajak yang diterbitkan memiliki kode 08.
Dengan demikian, terminologi tidak terutang PPN dan dibebaskan PPN adalah istilah yang berbeda meskipun memiliki konsekuensi yang sama terhadap pengkreditan Pajak Masukannya. Berikut ini adalah rangkuman aspek pajak masukan atas penyerahan yang terutang dan tidak terutang PPN.
Demikian penjelasan yang dapat kami berikan, semoga cukup membantu permasalahan pajak Ibu Ida. Apabila Bapak/Ibu/Rekan-rekan memiliki pertanyaan lainnya terkait permasalahan pajak yang sedang dialami. Bapak/Ibu dapat menuliskan pertanyaan tersebut di kolom komentar. Terima kasih.