Pratama-Kreston Tax Research Center
No Result
View All Result
Selasa, 10 Juni 2025
  • Login
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Center
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
      • Survei Objek Pajak Daerah
      • Survey Efektivitas Penyuluhan Pajak Daerah
      • Survei Kepuasan Masyarakat
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami
  • INDONESIA
Pratama-Kreston Tax Research Institute
No Result
View All Result

Koreksi Fiskal atas Fee Customer

157
SHARES
2k
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

PERTANYAAN

Perkenalkan saya Kurniawan JP. Terkait biaya fee customer praktek yg berjalan sampai saat ini, dimana penerima fee customernya adalah orang pribadi (salesnya perusahan lawan transaksi), dan tidak mau memberikan identitas yang jelas (tidak ada NPWP ataupun NIK). PPh Pasal 21 tetap dipotong dengan di gross up lebih dulu supaya atas biaya fee customer bisa dibiayakan. Peraktek ini sudah lazim dan dan ada semenjak perusahaan berdiri dan baru tahun ini dipertanyakan lewat SP2DK. Saat klarifikasi SP2DK pihak fiskus akan melakukan koreksi fiskal dengan alasan tidak ada identitas yang jelas (Tidak ada NPWP ataupun NIK).

Bagaimanakah sebaiknya argumentasi yang bisa dipakai supaya terhindar dari koreksi fiskal tersebut? karena bias terjadi biaya fee nya lebih besar dibandingkan profitnya perusahaan.

Terima kasih

  • Kurniawan JP, Jakarta
Picture of Muhammad Akbar Aditama

Muhammad Akbar Aditama

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute
PERNYATAAN PENYANGKALAN
Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.
Baca Disclaimer
DISCLAIMER

Ringkasan Jawaban:

Terima kasih Pak Kurniawan atas pertanyaanya. Koreksi fiskal di PPh Badan sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) UU PPh mengacu pada konsep akuntansi berupa “matching cost against revenue”. Karena akuntansi pajak yang dianut pada sistem PPh sesuai dengan UU PPh yang masih mengacu pada HCA (Historical Cost Accounting), karakteristik kualitatif pelaporan keuangannya berupa antara lain: (1) relevance dan (2) reliability. Dengan demikian, konsep reliability harues memenuhi persyaratan verifiability (dapat diverifikasi). Dengan kata lain, agar terpenuhi konsep “matching cost against revenue”, semua biaya harus andal (reliable) dan bisa diverifikasi (verifiable). Kemudian, agar penerima penghasilan bersedia untuk menyerahkan NPWP atau NIK, perusahaan dapat membuat kontrak di awal yang menyatakan bahwa penerima penghasilan harus menyerahkan salinan NPWP atau NIK. Untuk pembuktian sampai ke tahap Pengadilan Pajak (PP) harus tetap mengacu pada konsep reliability dan verifiability, namun WP badan harus dapat menunjukkan bahwa biaya tersebut memang andal dan memenuhi kriteria matching principle.

Pembahasan Lengkap:

Terima kasih Pak Kurniawan atas pertanyaanya. Terkait dengan argumentasi atas koreksi fiskal fee customer yang dilakukan oleh fiskus, berikut adalah penjelasan yang dapat kami uraikan.

KontenTerkait

Image by freepik

Apakah hibah milik pendiri yayasan termasuk objek pajak?

21 Mei 2025
ESG

Bagaimana Menyusun Sustainability Report Dengan Standar GRI?

8 Mei 2025

Berdasarkan Pasal 6 Ayat (1) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP mengatur terkait dengan biaya untuk memperoleh penghasilan bruto. Adapun bunyi Pasal tersebut sebagai berikut:

“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

  1. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha”

Berdasarkan Pasal diatas, diketahui bahwa atas biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sepanjang berkaitan langsung dengan kegiatan usaha, maka dapat dijadikan sebagai biaya. Selain itu, Undang-Undang PPh menganut konsep berupa “matching cost against revenue”, yaitu konsep yang menekankan perlu adanya hubungan antara beban biaya dengan pendapatan yang diakui pada periode yang sama. Kemudian terkait dengan akuntansi pajak yang diatur berdasarkan Undang-Undang PPh dengan mengacu pada “Historical Cost Accounting”, dimana terdapat karakteristik kualitiatif atas laporan keuangan yaitu relevance dan reliability.

Relevance dalam hal ini adalah kesesuaian biaya yang dikeluarkan dengan penghasilan yang diperoleh dan reliabilityI bermakna sebagai biaya tersebut haruslah andal dan dapat diverifikasi kebenarannya, artinya bahwa biaya tersebut haruslah benar terjadi dan guna kepentingan untuk memperoleh penghasilan.

Kemudian, atas PPh 21 yang telah dipotong atas fee customer dengan metode Gross Up, dapat dibuktikan dengan adanya bukti potong atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana yang diatur dalam PMK No. 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan. Pasal 1 Ayat (2) PMK tersebut berbunyi.

“Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Bukti Pemotongan PPh adalah dokumen berupa formulir atau dokumen lain yang dipersamakan, yang dibuat oleh Pemotong Pajak Penghasilan sebagai bukti atas pemotongan. Pajak Penghasilan yang dilakukan dan menunjukkan besarnya Pajak Penghasilan yang telah dipotong.”

Selain itu, perusahaan dapat beragumen bahwa atas ketidakjelasan identitas yang menimbulkan koreksi oleh pemeriksa tidak menimbulkan kerugian pada negara karena atas PPh 21 yang dipotong telah disetor ke kas negara.

Dengan demikian, atas koreksi fiskal oleh fiskus terkait dengan fee customer dapat beragumen sesuai dengan konsep matching cost against revenue pada UU PPh Pasal 6 Ayat (1) bahwa beban biaya tersebut digunakan untuk memperoleh penghasilan yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Kemudian, terkait dengan relevance bahwa biaya fee customer harus sesuai untuk memperoleh penghasilan dan reliability bahwa biaya tersebut harus diverifikasi kebenarannya

Tags: Koreksi FiskalSP2DK
Share63Tweet39Send

DISCLAIMER

Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi pratamainstitute.com bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.

Previous Post

Bagaimana Aspek Transfer Pricing dan Pajak atas Penyerahan Jasa Cross Dock?

Next Post

Bagaimana Implikasi Pajak atas Penyerahan Jasa dengan Pihak Afiliasi?

Related Posts

Image by freepik
Konsultasi

Apakah hibah milik pendiri yayasan termasuk objek pajak?

3 minggu ago
ESG
Konsultasi

Bagaimana Menyusun Sustainability Report Dengan Standar GRI?

1 bulan ago
Jasa konstruksi
Konsultasi

Apakah Jasa Instalasi dan Bangunan dari Perseorangan Selalu Dikenakan PPh Pasal 23?

3 bulan ago
Majalah online
Konsultasi

Aspek PPh dan PPN atas Transaksi Berlangganan Majalah Online dari Luar Negeri

3 bulan ago
Global Minimum Tax
Konsultasi

Bagaimana Penerapan GMT di Indonesia?

3 bulan ago
Akun CTAS
Konsultasi

Apakah Karyawan Level Staf Bisa Menjadi PIC Akun CTAS?

4 bulan ago

BACA JUGA

Sumber: Freepik

Menanti Panduan Pelatihan ESG Nasional

2 Juni 2025

Perpajakan Berkelanjutan di Era IFRS S1 dan S2

2 Juni 2025

Pajak untuk Pemerataan Literasi

Menakar Efisiensi Pemungutan PPN melalui Cerminan Struktur Ekonomi Nasional

Peneliti PRINS Berbagi Perspektif Terkait Pajak Daerah dan Cukai MBDK

Merapor Fiskal Indonesia Kuartal 1 2025

Kendala Fiskal Usulan Pemekaran dan Keistimewaan Daerah

Kebijakan Pajak yang Lebih Progresif bagi Penyandang Disabilitas

Menakar Intensifikasi SP2DK di Era CTAS

Diskursus: Apakah Kebijakan Tax Amnesty Bersifat Ekses?

Briefing ASRRAT 2025 Tegaskan Kriteria Baru

Peneliti PRINS Berbagi Pandangan terkait Optimalisasi Pajak Hiburan

Menimbang Insentif Fiskal Pajak Hiburan

Krisis Iklim Adalah Cermin Moral di Tengah Kapitalisme Hijau

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Picture of Muhammad Akbar Aditama

Muhammad Akbar Aditama

Tax Policy Analyst Pratama-Kreston Tax Research Institute

Instansi Anda memerlukan jasa berupa kajian kebijakan fiskal, pajak dan retribusi daerah, penyusunan naskah akademik, ataupun jasa survei?

Atau, Perusahaan Anda membutuhkan pendampingan dalam menyusun Laporan Tahunan (Annual Report) atau Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)?

Konsultasikan kepada ahlinya!

MULAI KONSULTASI

Popular News

  • Jika Suami Tidak Berpenghasilan, Berapa Besarnya PTKP Istri?

    1467 shares
    Share 587 Tweet 367
  • Batas Waktu Pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23

    947 shares
    Share 379 Tweet 237
  • Apakah Jasa Angkutan Umum Berplat Kuning Dikenai PPN?

    921 shares
    Share 368 Tweet 230
  • Apakah Pembelian Domain Website dikenakan PPh Pasal 23?

    766 shares
    Share 306 Tweet 192
  • Iuran BPJS dikenakan PPh Pasal 21?

    730 shares
    Share 292 Tweet 183
Next Post
afiliasi

Bagaimana Implikasi Pajak atas Penyerahan Jasa dengan Pihak Afiliasi?

Copyright © 2025 PT Pratama Indomitra Konsultan

Pratama Institute

Logo Pratama Indomitra
  • Antam Office Tower B Lt 8 Jl. TB Simatupang No. 1 Jakarta Selatan Indonesia 12530
  • Phone : (021) 2963 4945
  • [email protected]
  • pratamaindomitra.co.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Konsultasi
  • ESG
  • Insight
    • Buletin
    • In-depth
    • Working Paper
  • Analisis
    • Artikel
    • Opini
    • Infografik
  • Publikasi
    • Buku
    • Jurnal
    • Liputan Media
  • Jasa Kami
    • Annual Report
    • Sustainability Report
    • Assurance Sustainability Report
    • Kajian Kebijakan Fiskal
    • Kajian Potensi Pajak dan Retribusi Daerah
    • Penyusunan Naskah Akademik
    • Analisis Ekonomi Makro
    • Survei
    • Konsultasi Pajak Komprehensif
  • Tentang Kami
    • Kontak Kami

© 2025 Pratama Institute - All Rights Reserved.

  • Pernyataan Penyangkalan / Disclaimer

Seluruh data dan informasi yang disediakan di dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pendidikan saja. Dengan demikian, data dan informasi yang disediakan tidak dapat dianggap sebagai suatu nasihat dari konsultan pajak.

Pada dasarnya Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia dan hubungan klien – konsultan pajak tidak terjadi. Untuk suatu nasihat yang dapat diterapkan pada kasus yang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang konsultan pajak yang kompeten.

Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id tidak dapat digugat maupun dituntut atas segala pernyataan, kekeliruan, ketidaktepatan atau kekurangan dalam setiap konten yang disampaikan dalam Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id.

Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id berhak sepenuhnya mengubah judul dan/atau isi pertanyaan tanpa mengubah substansi dari hal-hal yang ditanyakan.

Artikel jawaban tertentu dari Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id mungkin sudah tidak sesuai/tidak relevan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Kami sarankan Anda untuk mengecek kembali dasar hukum yang digunakan di dalam artikel jawaban Konsultasi tri.pratamaindomitra.co.id untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku.